Thursday, December 12, 2013

Tergoda Punch Needle

Gegara kedatangan paket punch needle, saya mencari tahu cara membuatnya dan langsung jatuh cinta. Monggo, diintip..


Mudah bukan?

Imajinasi saya langsung bergerak membuat ini itu, dan berinisatif meninggalkan kristik. Maafkan saya kristik. Hampir setahun ini berkutat denganmu hanya rasa tertekan-lah yang muncul. Mungkin belum menyelamimu, sehingga tidak berkutik bila berhadapan dengan-mu. Ah andai kamu bisa dibuat sesuka hati, tentu kita akan selalu bersama. Walaupun begitu, kamu akan selalu dekat di mata. Karena alasan membuat-mu adalah untuk memenuhi dinding rumah.

Dan eh, ternyata tidak bisa cepat2 meninggalkan kristik. Diitung2 kok masih ada 6 ya, huaaaaa kapan selesai-nya !_!.

Wednesday, December 04, 2013

Sadar

'Sadar' = tidak terseret, tidak menolak, tidak ada konsentrasi.

Kosong berarti tiadanya semua konsep yg dibuat oleh PIKIRAN dan AKU. Di situ hadirlah sesuatu yg suci dan abadi, di luar PIKIRAN dan AKU.

Kebenaran sesungguhnya hanya akan hadir ketika PIKIRAN dan AKU yg membuat proyeksi dan imputasi padam.

Kecemasan, ketakutan, kemarahan, keinginan, kesedihan, kesenangan dsb, semua itu adalah pikiran & aku. Sadari kecemasan sebagai pikiran, jangan lari dari situ; jangan menolak kecemasan, jangan terseret kecemasan. Diam saja di situ. Maka, cepat atau lambat, kecemasan itu akan lenyap dengan sendirinya, secara alami. Semakin sering Anda sadar seperti itu, semakin cepat dia lenyap. Itulah meditasi mengenal diri (MMD).

Berhentinya pikiran adalah padamnya aku; bisa sebentar, bisa lama, bisa permanen. Ketika pikiran dan aku padam, di situ terdapat transformasi (perubahan mendasar). Dan perubahan ini terbawa ketika pikiran/aku bergerak kembali.

Transformasi batin = perubahan mendasar yg dihasilkan dari berhentinya pikiran/aku, sekalipun baru untuk sementara.

Padamnya pikiran & aku adalah suatu peristiwa yg sangat luar biasa; mungkin sama seperti NDE (near death experience), Ketika pikiran & aku padam, biarpun hanya sebentar, orang MELIHAT dengan sedalam2nya DUKKHA dan PENYEBAB DUKKHA (yaitu pikiran dan aku) dan LENYAPNYA DUKKHA dan JALAN MENUJU LENYAPNYA DUKKHA (yang adalah SADAR).
'Melihat' ini sangat berbeda dengan 'memahami secara intelektual' Anda harus mengalami sendiri peristiwa ini untuk bisa memahami apa yg sesungguhnya terjadi. Pengalaman atau penglihatan inilah yg mengubah batin seseorang yg mengalaminya, entah sebentar, lama atau permanen.

Batin hanya bisa "netral" ketika pikiran dan aku berhenti/padam. Ketika pikiran dan aku masih bergerak, batin SELALU melekat dan menolak; sama sekali tidak bisa "netral"; itulah sumber semua konflik dan penderitaan. Mengapa ada penderitaan? Karena ada PIKIRAN & AKU yg selalu melekat dan menolak. Itulah sumber konflik dan penderitaan. Ada kepuasan/kebahagiaan dan ada ketidakpuasan/penderitaan; tapi keduanya tidak setara: kepuasan cuma sebentar, ketidakpuasan lebih mendasar. Secara keseluruhan hidup ini adalah penderitaan.

Bisakah melihat bahwa ada FAKTA OBJEKTIF dan FAKTA SUBJEKTIF? siang-malam, terang-gelap adalah fakta objektif. Senang-susah, cinta-benci adalah fakta subjektif. Saya bahagia, orang bahagia; saya bisa merasakan fakta kebahagiaan orang lain; Saya menderita, orang menderita; saya bisa merasakan fakta penderitaan orang lain. Itu namanya EMPATI. "Hidup itu indah." - Itu bukan fakta; itu tidak lebih dari pendapat, kepercayaan atau impian/khayalan. Mengapa? Karena 'indah' dan 'jelek' itu BUKAN FAKTA, melainkan pendapat. Seperti juga baik & buruk, boleh & tidak boleh, benar & salah: itu BUKAN FAKTA, melainkan cuma pendapat. Tetapi 'bahagia' dan 'menderita' adalah fakta batiniah, yg bisa dirasakan oleh siapa saja dengan empati. 'Bahagia' dan 'menderita' adalah EMOSI; dan emosi adalah fakta subjektif. Sekali lagi saya katakan: kebahagiaan dan penderitaan adalah FAKTA KEHIDUPAN (bukan cuma pendapat, penilaian tanpa fakta aktual). Kebahagiaan tidak berlangsung lama; tetapi penderitaan lebih mendasar. Itulah sebabnya dikatakan: kehidupan (pikiran/aku) ini pada dasarnya adalah penderitaan.

Pada umumnnya, "Tuhan" yg kita kenal adalah "Tuhan" yg kita pelajari sejak kecil bersumber pada kitab suci yg kita imani. "Tuhan" seperti itu adalah gagasan yg ada di dalam pikiran kita; dan pikiran itu sifatnya selalu terbatas, terkondisi, dan subjektif. Oleh karena itu manusia mempunyai pemahaman yg berbeda2 tentang "Tuhan", tergantung dari apa yg dipelajarinya sejak kecil. Bahkan pemahaman umat yg beriman kepada kitab suci yang sama pun bisa berbeda2 tentang "Tuhan". Jelas "Tuhan" seperti itu bukanlah Tuhan yg sejati, oleh karena "Tuhan" seperti itu hanyalah konsep dari PIKIRAN yg berbeda2. Kalau kita memahami masalah itu sedalam-dalamnya, yaitu bahwa masalah itu bersumber pada PIKIRAN dan AKU kita sendiri, maka masalah itu langsung lenyap, seketika itu juga. 

Penderitaan adalah sifat dasar kehidupan semua makhluk. 

Yang paling mendasar adalah ketakutan, kcemasan, kekhawatiran. Dan ketakutan yg paling mendasar adalah takut mati, takut tidak eksis. Perhatikan bagaimana seekor ayam mengais2 mencari makan; sebentar2 ditegakkannya kepalanya, melihat sekelilingnya, dg penuh ketakutan. Ini disebut ketakutan eksistensial, yg bersifat instinktif, yg dimiliki oleh semua makhluk, bukan hanya manusia. Pada manusia, batinnya bukan hanya dirongrong oleh ketakutan eksistenslal, tapi berlipat ganda terdapat beraneka macam ketakutan intelektual (yg berasal dari pikiran): takut jatuh miskin, takut rugi, takut celaka, takut kanker, takut ditinggal orang yg dicintai, takut diserang orang, dst.

Kedua: ketidakpuasan, yg terkait dg keinginan dan harapan. Ini akibat konflik antara 'apa yg ada' (saat kini) dan 'apa yg diharapkan' (masa depan). Kepuasan hanya bersifat sementara, dg cepat berganti menjadi ketidakpuasan, yg lebih fundamental. Semua itu bersumber dari pikiran dan aku/diri, yg membanding2kan, dan mengharap2 ke masa depan. Semua itu diringkas dg satu kata PENDERITAAN.

Mereka yg terlatih menyadari batinnya, pada suatu titik akan mengalami berhentinya pikiran & lenyapnya aku/diri. Di situ ia akan mengalami sendiri (bukan berteori) KEBEBASAN, sekalipun hanya untuk sementara waktu. Tapi ia langsung tahu berdasarkan pengalaman sendiri, bahwa padamnya pikiran/aku adalah pintu menuju Pembebasan terakhir. Dan ia mengalami pula, di situ hadir sesuatu yg suci dan abadi, di situ hadir Cinta dan Kearifan, tapi itu lain sekali dari Tuhan, yg selama ini ada dalam pikirannya.

Tidak ada agama yg bisa membuat orang menjadi baik. Orang beragama ada yg baik dan ada yang jahat. Kalau dia baik, memang dasarnya sudah baik. Kalau dia jahat, memang dasarnya sudah jahat. Sama saja dengan orang tidak-beragama: ada yg baik dan juga ada yg jahat. Jadi orang menjadi baik bukan karena ia beragama, dan menjadi jahat bukan karena ia tidak-beragama; melainkan karena pada dasarnya sudah begitu. Yg membuat orang menjadi baik adalah KESADARANNYA, bukan agamanya. Orang menjadi baik karena ia mampu menjaga kesadarannya setiap saat. Orang menjadi jahat karena ia tidak mampu menjaga kesadarannya setiap saat; ia lebih sering terdorong oleh keserakahan, kebencian dan kegelapan batin. Dan orang sadar atau tidak-sadar bukan tergantung pada apakah ia beragama atau tidak-beragama. 

Jadi kembangkanlah KESADARAN (dengan meditasi), terlepas dari apakah Anda beragama atau tidak-beragama.

Kalau orang berpendapat bahwa sebuah ajaran adalah satu2nya yg "paling benar", sesungguhnya ia masih terjebak dalam pikirannya sendiri, persis sama dg orang yg menganggap bahwa semua ajaran adalah benar atau tidak perlu dipertentangkan . Yang penting adalah menyadari gerak pikiran dan aku ini, yg selalu mencari keabadian, dan selalu membanding2kan ajaran2 yg saling mengklaim keabadian.

Kalau pikiran dan aku ini padam sempurna pada suatu saat kelak, maka ia akan mengalami Keheningan/ Kekosongan, yg sekaligus adalah Kebenaran Hakiki. Dan ia akan tahu sendiri bahwa inilah Kebenaran yang sesungguhnya. Ia tahu bahwa ini bukanlah sebuah ajaran yg bisa dihadapkan dg ajaran2 lain secara membingungkan, alih2, sebuah aktualita. Kebenaran ini mengatasi pikiran dan akunya yg telah padam. Kalau kepadaman pikiran dan aku itu belum final, dan pikiran & aku masih timbul kembali, pengalaman akan saat2 Keheningan itu akan tetap membekas dalam batinnya dan akan menuntun pikiran dan akunya, sampai ia masuk kembali ke dalam Keheningan itu di masa depan.

Kebenaran ini bukan lawan dari ketidakbenaran; alih2, ia melampaui (mentransendensikan) semua ketidakbenaran di dunia. Sekali lagi Kebenaran ini bukanlah sebuah ajaran; alih2, suatu keadaan batin yg aktual. Orang yg telah mencapai Kebenaran ini dengan sendirinya tidak akan menyimpannya untuk dirinya sendiri; alih2, ia membagikannya dengan orang2 lain yg mau mendengarkan. Sementara itu, orang2 yg masih terjerat membanding2kan ajaran2 dengan menggunakan pikiran mereka, ketika mendengar sharing Kebenaran dari mereka yg tercerahkan, mereka tidak mampu menyelami hakikatnya yg mengatasi pikiran, dan hanya dapat melihat Kebenaran ini sebagai satu lagi ajaran di antara sekian banyak ajaran, lalu membanding2kan, menerima atau menolaknya, tetapi tidak dapat merealisasikannya. Seandainya mereka mengikuti petunjuk yg diberikan, yaitu mengamati gerak pikiran dan si aku secara pasif, tanpa menghakimi, tanpa melekat dan terseret, dan tanpa menolak, pada akhirnya mereka pun akan merealisasikan dan mengalami sendiri Kebenaran yg membebaskan itu.

=Hudoyo Hupudio Guru/Pembimbing MMD, Yogi Vipassana, Spiritualis. =

by: Johan Cimel Full

sumber : grup Titik Hening di facebook 

Thursday, November 14, 2013

Belajar Sadar

MYLIFE KEJAWEN: [status]

Berketuhanan jauh memiliki arti dan makna dari hanya sekedar memeluk suatu agama. Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati.

--------------

HUDOYO HUPUDIO:
Lebih berarti dan membebaskan adalah menyadari batin yg selalu melekat kepada sesuatu, termasuk melekat pada gagasan Ketuhanan.

GIYONO SIWO KAKUNG:
Pak hud. Angel banget niku. Tapi bagus skali kalo bisa. Punten nggih kulo nggih ajar tapi dereng saget saget. Hehe

KANGMAS ARYO GATHUTKOCO:
Setuju

HUDOYO HUPUDIO:
Kalau bisa berhenti satu detik saja itu sudah cukup. Sadari saja keinginan untuk mendapatkan lebih, keinginan untuk mendapatkan kebebasan itu sendiri. Teruskan latihannya, jangan mutung atau berhenti.

KI SAMBER JAGAD:
Kalau orang ber-Ketuhanan, mesti berbudi luhur, tidak akan mau merugikan orang lain baik dalam sikap maupun berbicara. Kalau sudah tingkatannya ini tidak mungkin ada perbuatan melawan hukum, seperti korupsi dll.

HUDOYO HUPUDIO:
//Pak hud. Angel banget niku.\\

Orang bilang bahwa sesuatu itu sulit, kalau ada yang dikejar, diusahakan. Di sinilah kebanyakan kelirunya orang yg belajar sadar.

SADAR itu menyadari gerak pikiran dan si aku yg terjadi pada saat ini, tanpa mengharapkan apa2 di masa depan, bahkan tanpa mengharapkan kebebasan itu sendiri.

GIYONO SIWO KAKUNG:
Hehe nggih pak hud. Matur suwun wejangane. Leres.

GIYONO SIWO KAKUNG:
Maksut bapak menyadari yg bagaimana pak. Saya baru bisa menganggap kalo hidup ini sebenarnya cuma seperti orang tidur yg gak harus dipikirkan. Bagaimana menurut pendapat bapak hud

HUDOYO HUPUDIO:
//Maksut bapak menyadari yg bagaimana pak.\\

Saya ambil contoh: orang melamun. Pada waktu orang melamun, dia tidak sadar (bahwa dia sedang melamun). Kalau dia sadar bahwa dia sedang melamun, langsung lamunannya berhenti seketika itu juga.

Ini juga berlaku untuk segala peristiwa lain yg berlangsung dalam batin (pikiran, perasaan dll). Contoh lain: marah. Ketika Anda sedang marah, Anda tidak sadar (bahwa Anda sedang marah). Kalau Anda sadar bahwa Anda sedang marah, marah itu langsung lenyap seketika itu juga, tanpa Anda perlu berbuat apa2, secara alami, dengan sendirinya.

Nah, jadi seperti apa sadar itu? Alami sendiri. Yang penting Anda perlu mengalami sendiri bahwa sadar dan berpikir itu tidak bisa bersama2. Anda sadar atau Anda berpikir, salah satu, tidak bisa digabung.

Lagi pula, sadar itu tidak bisa dihadirkan dengan sengaja. Anda bisa melamun bermenit2, baru sadar; Anda bisa pula melamun beberapa detik saja, lalu sadar.

Yang bisa Anda lakukan adalah berlatih membiasakan sadar. Dengan berlatih sadar, diharapkan Anda bisa semakin cepat sadar; tidak terlalu lama terseret oleh gerak pikiran, emosi dsb.

//Saya baru bisa menganggap kalo hidup ini sebenarnya cuma seperti orang tidur yg gak harus dipikirkan. Bagaimana menurut pendapat bapak hud\\

Hehe... Sekalipun Anda menganggap demikian, pikiran Anda tidak pernah bisa diam. Ia selalu muncul, selalu aktif, seperti monyet yg melompat2 ke sana ke mari. Anda hanya bisa menyadari gerak pikiran dan si aku ini seperti saya uraikan di atas.

Itulah yg saya ajarkan dg nama Meditasi Mengenal Diri (MMD). Kalau Anda ingin tahu lebih banyak, dan ingin mempraktikkannya, silakan bergabung dg teman2 sesama praktisi MMD di grup 'Titik Hening'. Saya bersama anak saya, Kaveyya Matta, dan Eko Wijaya adalah adminnya.

[dari wall Mylife Kejawen] — with Mylife Kejawen and Renungan Diri.

sumber : wall pak Hudoyo Hupudio di facebook

Wednesday, November 06, 2013

Friday, October 18, 2013

Cross Stitch #7


Dalam membuat apapun, ikutilah petunjuk-nya.
Begitu juga dengan kristik.

Sebelum-nya, saya benar2 mengabaikan-nya. Wong cuman bikin silang dan garis, sesederhana itu bukan? Hoho, ternyata tidak.
Waktu teman kk sepupu melihat kristik ini (*yang masih separuh jadi*), komentar-nya..
"Haduh, gimana ini kok ga rapi banget. Silangan-nya ga searah."
Lanjut-nya lagi,  "klo jadi guru prakarya, tak ponten 5 ini".
Eh,... ***


Friday, July 19, 2013

2 Buku Krishnamurti dan 1 Buku Bernadette Roberts

Saya termasuk orang yang kolot. Lebih suka membaca buku secara fisik. Maka-nya waktu itu dibela2in mengedit menjadikan A5 (supaya lebih murah biaya cetak-nya) dan meminta bantuan teman untuk membuatkan cover-nya. Pernah diceritakan di sini.

Buku2 itu..

1. Mutiara Kehidupan - J. Krishnamurti
atau lebih dikenal dengan Buku Kehidupan
2. Duduk Diam dengan Batin yang Hening - J. Krishnamurti
3. Pengalaman Tanpa Diri - Bernadette Roberts

Klo ingin mencentak sendiri, bisa mengunduh di cetak buku. O iya, belum sempurna, harusnya sih diedit lagi cuman kok y mualess :D. Klo ada yang ingin menyempurnakan kasih tahu y, nanti saya kirim yang versi dokumen-nya.

Friday, July 05, 2013

PIKIRAN YANG BERGENTAYANGAN

…Lalu ada masalah tentang timbulnya banyak pikiran yang saling bertentangan. Pikiran manusia suka bergentayangan, gelisah, dan terbang ke sana ke sini mengunyah satu hal dan hal lainnya tiada henti-hentinya. Hal ini merupakan nasib kebanyakan orang.

Mengapa pikiran melakukan hal ini? Tentu saja pikiran melakukan hal ini karena pada dasarnya pikiran adalah pemalas.

Pikiran yang bergentayangan, sibuk dengan dirinya sendiri, yang berpindah-pindah dari satu hal ke hal lainnya seperti hinggapnya seekor kupu-kupu, adalah pikiran yang malas; dan ketika pikiran malas mencoba untuk mengendalikan keluyurannya, hal ini hanya akan menambah kedunguan dan kebodohannya saja.

Sedangkan, jika seseorang menyadari gerakan pikirannya sendiri, jika dia menyadari semua pikiran yang timbul saling susul menyusul, dan jika orang tersebut mampu menangkap salah satu pikirannya, baik yang baik maupun yang buruk, dan mengikuti pikiran tersebut sampai pikiran tersebut sirna dengan sendirinya, orang tersebut akan menemukan bahwa pikirannya menjadi sangat aktif. Aktifitas pikiran semacam inilah yang akan mengakhiri pikiran yang bergentayangan – tapi tidak melalui semacam pengendalian atau pemaksaan. Pikiran semacam ini adalah pikiran yang teramat aktif, tapi bukan aktif seperti pikiran seorang politisi, atau pikiran seorang tukang listrik, atau pikiran orang yang suka mengutip beberapa isi buku, pikiran semacam ini aktif tanpa suatu pusat pengaktifan.

Pikiran yang didorong oleh suatu ambisi, yang sibuk memburu-buru tujuannya sendiri, tidaklah aktif dalam arti seperti yang saya katakan tadi. Tapi jika Anda dapat memperhatikan satu pikiran dan merenungkannya secara penuh, dengan penuh kegembiraan dan kegairahan, dengan sepenuh diri Anda, Anda akan segera menemukan bahwa pikiran Anda begitu luar biasa aktifnya; dan dalam pikiran semacam ini terdapat suatu ketepatan.


~Jiddu Krishnamurti
Sumber : kiriman Kaveyya Matta di facebook group Titik hening

Friday, June 28, 2013

Inspirasi Taman

Nulis, supaya bulan ini genap 3. Dipaksakan, cuman karena suka ngliat angka yang sama :D.

2 bulan ini, berangkat ke kantor selalu naik kereta. Berawal ga sengaja, karena ga ada pilihan lain (=waktu itu bus ga ada dan angkot2 yang ke kalideres penuh). Ternyata nyaman, jadi ketagihan. Mungkin juga karena jarak yang ga begitu jauh dan naik-nya dari stasiun awal. Entah bulan juli besok. Karena harga-nya akan turun dan tergantung jarak. Berbeda dengan angkot dan bus yang mulai naik mengikuti kenaikan harga BBM.

Ngomong2 tentang kereta, jadi ingat. Suatu pagi, karena ingin pulang siang, naik kereta jadwal ke-2. Klo biasa-nya menunggu kereta datang di sebelah kiri, waktu itu kereta parkir di sebelah kanan. Supaya mudah waktu keluar, tempat duduk selalu memilih di seberang (=kanan). Jadi begitu masuk, tanpa tengak tengok mengabaikan deretan kursi di sebelah kiri dan menuju deretan kursi depan-nya. Nah pagi itu pun begitu. Agak lama baru terpikir, eh salah tempat duduk. Kemudian pindah. Setelah pindah, eh bener yang tadi. Pindah lagi. Begitu terus sampai 4 kali. Yang terakhir, berpikir-nya lama banget.. bener2 bingung harus duduk di sebelah mana. Parah,  mosok gitu aja rancu yak :D.

Balik ke topik lagi.. dari  stasiun tujuan (=pesing), jalan kaki ke kantor. Lumayan lama 1/2 jam-an. Nah, waktu jalan inilah mata saya jelalatan ngliat taneman2 di rumah2 yang terlewati. Paling suka sama ini
Pot-nya sama, taneman-nya sama. Enak diliat di mata. Waktu naik angkot ke stasiun, di Jl Taruna ada juga rumah yang tanaman gantung-nya sama semua. Mana rumah-nya masih model rumah jaman dulu, adem banget ngliatnya. Ini ga di jepret, pasti ga jelas klo pun di foto.

Yang ke-2, ini..

Pot-nya sama y ma sebelum-nya. Rumah mereka berdekatan, dan satu lingkungan pot-nya sama semua. Mungkin ketentuan di RT itu. Waktu pertama lewat, saya ga ngeh dengan deretan tanaman ini. Lewat ke-2 ato ke-3 baru tahu. Memang ga begitu mencolok, tapi ide-nya boleh-lah. Klo saya pemilik rumah, akan saya taruh sirih gading atau dolar supaya merambat menutupi dinding-nya.

Sebenarnya ada yang ke-3. Tapi difoto ga jelas. Di lantai 2 rumah-nya (mungkin tempat jemuran), di taruh banyak sekali tambulampot (=tanaman buah dalam pot).

Wednesday, June 26, 2013

Hidroponik

Waktu mau buang sampah pagi tadi, saya liat tanaman ber-daun-nya pakis yang diletakkan di air sabtu kmaren. Saya ambil dan perhatikan, ternyata baik2 saja. Eit, jangan2 semua tanaman memang bisa hidup dalam media air y, pikir saya. Untuk memastikan, uji coba juga kuping gajah. Setelah menaruh-nya, baru keinget.. hidroponik! Haiss kenapa baru terlintas sekarang :D.

Nyari2, buka satu dua. Jadi tertarik. Ini salah satu blog yang saya intip http://denmas-kenthus.blogspot.com/. Info-nya cukup detail dan bakal dijadikan contekan klo besok2 mau membuat-nya ^_^.

Monday, June 10, 2013

Hari Beberes

Sudah lama sekali tidak menyentuh seluruh rumah. Saya sendiri empet ngliat-nya :D.  Karena itu per hari kemarin, ditetapkan hari minggu sebagai hari beberes. Bukan hanya kemarin, tapi dijadikan kebiasaan tiap hari minggu. Semampu-nya dan sesempatnya saja.

Ngomong2 tentang kebiasaan, jadi teringat waktu ke dokter dan diminta untuk pantang makan ini itu dan olah raga minimal 5 kali seminggu selama 25 menit. Jangan melakukan-nya karena terpaksa, berulang kali dokter-nya bilang. Tapi waktu itu, saya ngotot.. ga mungkin melakukan-nya tanpa terpaksa. Klo terpaksa dijamin hanya bertahan 2 minggu. Diingat lagi, seperti-nya saya melakukan-nya karena terpaksa tuh. Karena memang harus dijalani. Harus, tidak bisa tidak. Dan sekarang sudah berjalan hampir 2 bulan (= berarti dokter-nya salah yak :D ). Tantangan-nya sih ada di bulan pertama, begitu melewatinya.. dan sudah menjadi kebiasaan.. enjoy melakukan-nya. Bahkan kata harus-nya pun sudah hilang.

Nah sekarang waktu-nya pamer apa yang dibereskan kemarin. Lihat foto di sebelah, bagus yak (*narsis*). Kemarin, beberes dari jam 12 siang sampe jam 10 malam. Ga full sih, ada waktu jeda 2 jam-an. Hasil-nya eng-ing-eng rak buku teratas dan bawah-nya. Masih menyisakan 2 dibawahnya lagi. Ga sengaja rak yang bawah buku-nya rata, y wis saya jadikan tempat untuk menaruh. Yang arti-nya, buku2 penompang-nya ga boleh di sentuh, di ambil untuk di baca apalagi di pinjam heheheh.

Friday, May 24, 2013

DAPATKAH BATIN BEBAS DARI RASA TAKUT ?

[Diambil dari buku Andalah Dunia Ini] 

-Jiddu Krishnamurti

CERAMAH: 

Kita mempunyai begitu banyak masalah-masalah yang kompleks; celakanya kita mengandalkan kepada orang-orang lain, ahli-ahli dan spesialis-spesialis, untuk memecahkannya. Agama-agama di seluruh dunia telah memberikan berbagai bentuk pelarian dari masalah-masalah itu. Orang berpikir bahwa ilmu pengetahuan akan menolong untuk memecahkan keruwetan masalah-masalah kemanusiaan ini; bahwa pendidikan akan memecahkannya dan mengakhirinya. Akan tetapi kita melihat bahwa masalah-masalah itu makin bertambah banyak di seluruh dunia, problema-problema itu berlipat ganda dan makin mendesak dan makin kompleks juga, dan agaknya tak kunjung habis. Akhirnya kita menginsyafi bahwa kita tidak dapat tergantung kepada siapapun, baik kepada para pendeta, para sarjana atau para spesialis. Kita harus "berjuang sendiri" karena mereka semua telah gagal; peperangan, pemisah-misahan agama, permusuhan antar manusia, kekejaman-kekejaman, semua itu berlangsung; rasa-takut dan duka yang terus-menerus tetap ada.

Kita melihat bahwa kita harus melakukan perjalanan dari pengertian itu oleh diri sendiri: kita melihat bahwa tidak terdapat "otoritas". Semua bentuk "otoritas" (kecuali, pada suatu tingkat berbeda, otoritas dari para tehnokrat dan para spesialis), telah gagal. Manusia menyusun "otoritas-otoritas" ini sebagai suatu penunjuk jalan, sebagai suatu cara mendatangkan kebebasan, perdamaian, dan karena mereka telah gagal mereka kehilangan arti mereka dan karena itulah terdapat suatu revolusi umum terhadap para "otoritas" itu, baik moril dan kesusilaan (ethical). Segala sesuatu mulai beruntuhan. Kita dapat melihat dalam negara ini, yang masih cukup muda, barangkali barn 300 tahun usianya, bahwa sudah terdapat suatu kebusukan terjadi sebelum tercapai kedewasaan; terdapat ketidak-tertiban, konflik, kekacauan; terdapat rasa-takut dan kedukaan yang tidak dapat dielakkan. Peristiwa-peristiwa lahirlah ini tak dapat tiada memaksa kita untuk menemukan sendiri jawabannya; kita harus menghapus bersih batu tulis itu dan mulai lagi, dengan mengetahui bahwa tidak ada otoritas luar yang akan dapat menolong, tidak ada kepercayaan, tidak ada sanksi agama, tidak ada standar moral — tidak ada apapun yang dapat menolong. Warisan dari masa lalu dengan kitab sucinya, Juru Selamatnya, tidak lagi penting. Kita terpaksa untuk berdiri sendiri, memeriksa, menyelidiki, bertanya- tanya, meragukan segala sesuatu, sehingga batin kita sendiri menjadi bersih; sehingga batin itu tidak lagi dibeban-pengaruhi, tersesat, tersiksa.

Dapatkah sesungguhnya kita berdiri sendirian dan menyelidiki sendiri untuk menemukan jawabannya yang benar ? Dapatkah kita, dalam menyelidiki pikiran kita sendiri, hati kita sendiri yang dibeban-pengaruhi demikian beratnya, bebas secara sempurna — baik didalam alamsadar maupun bawah-radar ?

Dapatkah batin bebas dari rasa-takut? Ini adalah satu di antara soal-soal terpenting dari kehidupan. Mungkinkah batin manusia dapat bebas dari penjangkitan rasa-takut? Marilah kita menyelidikinya, bukan secara abstrak, bukan secara teoritis, melainkan dengan sungguh-sungguh waspada akan rasa-takut kita sendiri, baik lahir maupun batin, baik rasa-takut yang kita sadari maupun rasa-takut yang tersembunyi. Apakah hal itu mungkin ? Kita dapat menyadari rasa-takut jasmani hal itu cukup sederhana. Akan tetapi dapatkah kita waspada akan rasa-takut dilapisan yang lebih dalam, yaitu dibawah-sadar.

Rasa-takut dalam bentuk apapun menggelapkan batin, menyesatkan batin, menimbulkan kebingungan dan keadaan-keadaan neurotik. Di dalam rasa-takut tidak terdapat kejernihan. Dan camkanlah bahwa kita dapat berteori tentang sebab-sebab dari rasa-takut, menganalisanya secara amat cermat, menyelidikinya secara intelektuil, namun pada akhirnya kita masih takut. Akan tetapi jika kita dapat memasuki soal dari rasa-takut ini, sungguh-sungguh waspada akan ini, kemudian barangkali kita dapat bebas dari itu secara menyeluruh.

Terdapat rasa-takut yang disadari : "Saya takut akan pendapat umum"; "Saya bisa kehilangan pekerjaan saya"; "isteri saya boleh jadi melarikan diri"; "saya takut kesepian"; "saya takut tidak dicinta" ; "saya takut mati". Teidapat rasa - takut akan keadaan yang tampaknya menjemukan secara tak berarti dari kehidupan ini, perangkap abadi di mana kita tertangkap; rasa kesal terhadap pendidikan, mencari nafkah dalam sebuah kantor atau sebuah pabrik, melahirkan anak-anak, kesenangan dari sedikit selingan sex dan kedukaan serta kematian yang tak dapat dihindarkan. Semua ini menimbulkan rasa takut, rasa-takut yang disadari. Dapatkah kita menghadapi semua rasa-takut ini, menyelaminya, sehingga kita tidak lagi takut. Dapatkah kita mengesampingkan semua itu dan menjadi bebas ? Jika kita tidak dapat, maka jelas kita hidup dalam suatu keadaan abadi penuh kekhawatiran, rasa bersalah, ketidaktentuan, dengan problema-problema yang makin bertambah dan berlipat ganda.

Maka, apakah rasa-takut itu ? Apakah kita sesungguhnya mengenal rasa-takut, ataukah kita hanya mengetahuinya setelah itu terlewat? Adalah penting untuk menyelidiki hal ini. Apakah pernah berada dalam kontak langsung dengan rasa-takut, atau apakah batin kita begitu terbiasa, begitu terlatih, sehingga ia selalu melarikan diri dan dengan demikian tidak pernah tiba dalam kontak langsung dengan apa yang disebutnya rasa-takut? Adalah cukup berharga jika anda dapat mengambil rasa-takut anda sendiri dan selagi kita menyelaminya bersama barangkali kita dapat mempelajari secara langsung tentang rasa-takut.

Apakah rasa - takut itu ? Bagaimana munculnya ? Apakah adanya struktur dan sifat dari rasa-takut? Kita misalnya merasa takut, seperti telah kita katakan, terhadap pendapat umum; ada beberapa hal terlibat di dalamnya; kita bisa kehilangan pekerjaan dan sebagainya. Bagaimanakah timbulnya rasa-takut ini? Apakah itu akibat dari unsur waktu? Apakah rasa-takut berakhir apabila saya mengetahui sebab dari rasa-takut ? Apakah rasa-takut lenyap melalui analisa, dalam menyelidiki dan menemukan sebabnya? Saya takut akan sesuatu, akan kematian, akan apa yang bisa terjadi esok lusa, atau saya takut akan masa lalu; apakah yang menunjang dan memberi kelanjutan kepada rasa-takut ini ? Kita boleh jadi telah melakukan sesuatu yang salah, atau kita boleh jadi telah mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya dikatakan, semua itu terjadi dimasa lalu; atau kita takut akan apa yang mungkin akan terjadi, kesehatan yang buruk, penyakit, kehilangan pekerjaan, semua yang terjadi dimasa depan. Maka terdapatlah rasa takut dari masa lalu dan terdapat rasa-takut dari masa depan. Rasa-takut dari masa lalu adalah takut akan sesuatu yang telah sungguh terjadi dan rasa-takut dari masa depan adalah takut akan sesuatu yang mungkin akan terjadi, suatu kemungkinan.

Apakah yang menunjang dan memberi kelanjutan kepada rasa-takut dari masa lalu dan juga rasa-takut dari masa depan ? Sudah pasti itu adalah pikiran, —pikiran tentang apa yang telah dilakukan di masa lalu, atau tentang bagaimana suatu penyakit tertentu telah mendatangkan penderitaan dan kita takut akan pengulangan penderitaan itu di masa depan. Rasa-takut ditunjang oleh ingatan, oleh pikiran tentang itu. Pikiran, dalam mernikirkan tentang penderitaan atau kesenangan yang lalu memberikan kelanjutan kepadanya, menunjang dan memeliharanya. Kesenangan atau penderitaan dalam hubungannya dengan masa depan adalah kesibukan dari pikiran.

Saya takut tentang sesuatu yang telah saya lakukan, akibat-akibatnya yang mungkin terjadi di masa depan. Rasa-takut ini ditunjang oleh pikiran. Hal itu cukup jelas. Maka pikiran adalah waktu — secara batiniah. Pikiran menimbulkan waktu batiniah yang berbeda dengan waktu kronologis. (Kita tidak sedang bicara tentang waktu kronologis).

Pikiran, yang menyusun waktu sebagai kemarin, sekarang dan esok, melahirkan rasa-takut. Pikiran mencipta waktu berselang antara sekarang dan apa yang mungkin terjadi di masa depan. Pikiran mengabadikan rasa-takut melalui waktu batiniah; pikiran adalah pokok pangkal dari rasa-takut; pikiran adalah sumber dari duka. Apakah kita menerima ini ? Apakah kita sungguh-sungguh melihat sifat dari pikiran, bagaimana cara kerjanya, bagaimana fungsinya dan bagaimana ia menyusun seluruh struktur dari masa lalu, sekarang dan masa depan ? Apakah kita melihat bahwa pikiran, melalui analisa, menemukan sebab-sebab dari rasa-takut, yang memakan waktu, tidak dapat menghancurkan rasa-takut ? Di dalam waktu berselang antara sebab dari takut dan pengakhiran takut terdapat tindakan dari rasa-takut. Hal itu seperti seseorang yang keras dan telah mencipta ideologi dari tanpa-kekerasan; dia berkata “saya akan menjadi bebas kekerasan" akan tetapi sementara itu dia menyebar benih-benih kekerasan. Maka, jika kita menggunakan waktu — waktu ialah pikiran — sebagai jalan untuk membebaskan diri dari rasa-takut, kita takkan dapat mengakhiri rasa-takut. Rasa-takut, tidak dilenyapkan oleh pikiran karena melahirkan rasa-takut.

Maka apa yang harus kita lakukan ? Jika pikiran bukan merupakan jalan keluar dari perangkap rasa-takut ini — harap hal ini dimengerti dengan sangat jelas, bukan secara intelektuil, bukan secara arti kata-katanya belaka, bukan sebagai suatu argumentasi di mana anda setuju atau tidak setuju, rnelainkan sebagai seorang yang berkepentingan, terlibat dalam persoalan rasa-takut ini, secara mendalam sebagaimana mestinya jika kita benar-benar serius — kemudian, apa yang harus kita lakukan ? Pikiranlah yang bertanggung jawab atas adanya rasa-takut; pikiranlah yang melahirkan rasa-takut dan kesenangan. Jika kita melihat dengan sangat jelas bahwa pikiranlah yang melahirkan perasaan yang hebat dari takut dan bahwa pikiran tidak mungkin melenyapkan rasa-takut ini. Lalu apakah langkah selanjutnya ? Saya harap anda mengajukan pertanyaan ini kepada diri anda sendiri dan tidak menanti kepada saya untuk menjawabnya. Jika anda tidak menanti kepada saya untuk menjawabnya, maka anda menghadapinya sendiri, hal itu merupakan suatu tantangan dan anda harus menjawabnya. Jika anda menjawab tantangan itu dengan tanggapan-tanggapan lama, lalu di manakah anda ? — anda masih saja takut. Tantangan itu adalah baru, seketika : pikiran telah melahirkan rasa-takut dan pikiran tak mungkin dapat mengakhiri rasa-takut; apa yang akan anda lakukan?

Pertama-tama, apabila kita berkata “Saya telah mengerti akan seluruh sifat dan susunan dari pikiran", apakah yang kita maksudkan dengan itu ? Apa yang kita maksudkan dengan "saya mengerti", "saya telah mengerti itu", "saya telah melihat sifat dari pikiran" ? Dalam keadaan apakah adanya batin yang berkata, "saya telah mengerti"? 
Harap mengikuti dengan cermat, janganlah mempertahankan pendapat apapun. Kita bertanya : apakah pikiran mengerti ? Anda menceritakan sesuatu kepada saya, misalnya anda menggambarkan keruwetan kehidupan modern secara cermat dan teliti, dan saya berkata, "saya telah mengerti", tidak hanya penggambarannya melainkan isinya, kedalamanya, sehingga saya melihat betapa manusia yang tertawan di dalamnya berada dalam keadaan yang gugup, neurotik, mengerikan, dan sebagainya. Saya telah mengerti dengan perasaan, dengan syaraf-syaraf saya, dengan telinga saya, segalanya, sehingga saya tidak lagi tertawan di dalamnya. Hal itu adalah seperti ketika saya mengerti bahwa seêkor ular cobra adalah berbahaya — lalu, selesai, saya tidak mau mendekatinya. Tindakan saya jika saya bertemu dengannya akan sama sekali berbeda setelah saya sekarang mengerti. 

Nah, apakah kita berada dalam keadaan pengertian akan sifat dari pikiran dan hasil buatan pikiran, yaitu rasa - takut dan kesenangan ? Apakah kita telah menangkapnya? Apakah kita melihat, secara sungguh-sungguh, bukan secara teoritis atau kata-katanya belaka atau secara intelektuil saja bagaimana pikiran kerjanya ? Atau, apakah saya masih bersama dengan penggambarannya, apakah saya masih bersama argumentasinya, bersama dengan urutan logika, dan bukan dengan faktanya? Jika saya hanya puas dengan penggambarannya saja, dengan keterangan arti kata-katanya belaka, maka berarti saya hanya bermain-main dengan kata-kata saja. Apabila penggambarannya menuntun saya kepada hal yang digambarkannya terdapatlah pengamatan mendalam terhadap itu ; kemudian terdapatlah suatu tindakan yang sangat berbeda. (Hal itu seperti seorang lapar yang menginginkan makanan, bukan suatu penggambaran dari makanan atau kesimpulan tentang apa yang akan terjadi jika dia makan; dia ingin makan).

Apabila kita melihat betapa pikiran melahirkan rasa-takut, lalu apa yang terjadi ? Apabila kita kelaparan dan seseorang menggambarkan betapa menyenangkan makanan itu, apakah yang kita lakukan, apakah tanggapan kita ? Kita akan berkata, “Jangan menggambarkan makanan kepada saya, berikan makanan kepada saya". Tindakan itu di situ langsung, bukan teoretis. Demikianlah apabila kita berkata, “Saya mengerti", hal itu berarti bahwa terdapat gerakan belajar yang terus-menerus tentang pikiran dan rasa-takut dan kesenangan; dari gerakan yang terus-menerus ini kita bertindak ; kita bertindak justru dalam gerakan belajar itu. Apabila terdapat keadaan mempelajari tentang rasa-takut seperti itu maka terdapatlah pengakhiran dari rasa-takut.

Terdapat rasa-takut yang tak pernah disingkapkan oleh batin, tersembunyi, rahasia. Bagaimanakah batin yang sadar dapat mengungkapnya? Batin yang sadar menerima isyarat-isyarat dari rasa-rasa takut itu melalui mimpi; apabila kita mendapatkan mimpi-mimpi ini, apakah mimpi-mimpi itu harus ditafsirkan ? Karena kita tidak dapat mengerti sendiri secara mudah boleh jadi kita mendatangkan seorang penafsir dari luar, akan tetapi dia akan menafsirkannya sesuai dengan metode atau spesialisasinya. Dan terdapat mimpi-mimpi yang pada saat kita memimpikannya, kita menafsirkannya pula.

Mengapa kita harus bermimpi? Para spesilalis mengatakan bahwa kita harus bermimpi atau kita akan menjadi gila; akan tetapi Saya sama sekali tidak yakin bahwa kita harus bermimpi. Mengapa kita tidak bisa, di waktu siang harinya, terbuka terhadap isyarat-isyarat dan pemberitahuan-pemberitahuan dari bawah-sadar, sehingga kita tidak mimpi sama sekali ? Selagi pergulatan yang terus-menerus dari mimpi ini berlangsung terus dalam tidur, batin kita tidak pernah hening, tidak pernah menjadi segar, tidak pernah menjadi baru. Tidak dapatkah batin di waktu siang harinya begitu terbuka, begitu awas, terjaga dan--waspada, sehingga isyarat-isyarat dan pemberitahuan-pemberitahuan dari rasa-takut yang tersembunyi dapat muncul keluar, dapat diamati dan diresapi?

Melalui kewaspadaan, melalui perhatian di waktu siang harinya, dalam pernbicaraan, dalam perbuatan, dalam segala sesuatu yang terjadi, maka rasa-takut yang tersembunyi dan terbuka dapat dilihat; maka apabila anda tidur terdapatlah tidur yang tenang sempurna, tanpa suatu mimpi dan pada keesokan paginya batin bangun dengan segar, muda, suci, hidup. Ini bukan suatu teori — lakukanlah dan anda akan menemukannya.

DIALOG:

PENANYA: 
Bagaimana mungkin untuk membawa keluar rasa-takut yang tersembunyi itu kedalam alam kesadaran ?

KRISHNAMURTI: 
Kita dapat mengamati di dalam diri sendiri jika kita awas, sigap, penuh perhatian, bahwa bawah-sadar adalah, antara hal-hal lain, merupakan tempat penyimpanan masa lalu, warisan ras. Saya terlahir di India, terdidik dalam suatu kelas tertentu sebagai seorang Brahmin, berikut segala prasangka-prasangkanya, ketahyulan-ketahyulannya, kehidupan akhlaknya yang keras dan sebagainya, bersama dengan segala isi kekeluargaan dan ras, tradisi dari sepuluh ribu tahun lebih, kolektif dan perorangan, semua berada di situ dalam bawah-sadar. Itulah yang kita umumnya maksudkan dengan bawahsadar; si spesialis boleh memberinya lain arti akan tetapi sebagai orang-orang awam kita dapat mengamati sendiri. Sekarang, bagaimanakah semua itu dapat diperlihatkan? Bagaimana anda akan lakukan ? Terdapat bawah-sadar dalam diri anda ; jika anda seorang Yahudi terdapatlah segala tradisi, tersembunyi, dari Yudaisme; jika anda seorang Katholik, terdapatlah semua itu, tersembunyi; jika anda seorang Komunis terdapatlah pula dalam cara yang berbeda, dan selanjutnya. Sekarang, tanpa mimpi — ini bukanlah sesuatu teka-teki — bagaimana anda akan membawa semua itu ke tempat terbuka ? 
Jika di waktu siang hari anda awas, waspada akan sernua gerakan pikiran, waspada akan apa yang anda katakan, gerak tangan anda, bagaimana anda duduk, bagaimana anda jalan, bagaimana anda bicara, waspada akan tanggapan-tanggapan anda, maka segala hal yang tersembunyi akan keluar amat mudahnya; dan hal itu tidak akan makan waktu, tidak akan makan waktu berhari-hari, karena anda tidak lagi melawan, anda tidak lagi menggali dengan aktif, anda hanyalah mengamati, mendengarkan. Dalam keadaan waspada itu segala sesuatu terungkap. Akan tetapi jika anda berkata, “Saya akan menahan beberapa hal dan saya akan membuang yang lain", berarti anda setengah tidur. Jika anda berkata, “Saya akan menahan semua “kebaikan” dari Hinduisme atau Yudaisme atau Katholikisme dan membuang yang lain”, jelas bahwa anda masih dibeban-pengaruhi, masih mempertahankan. Maka kita harus membiarkan semua ini keluar, tanpa perlawanan. 

PENANYA: 
Kewaspadaan itu adalah tanpa pilihan ? 

KRISHNAMURTI: 
Jika kewaspadaan itu" memilih", berarti anda menghalanginya. Akan tetapi jika kewaspadaan itu tanpa pilihan, segala sesuatu terungkap segala tuntutan, rasa takut, dan paksaan yang terpendam dan tersembunyi. 

PENANYA: 
Haruskah kita berusaha untuk waspada selama satu jam setiap hari ? 

KRISHNAMURTI: 
Jika saya waspada, jika saya penuh perhatian, untuk satu menit, itu sudah cukup. Kebanyakan dari kita lengah. Waspada akan kelengahan itu adalah perhatian; akan tetapi pemupukan dari perhatian bukanlah perhatian. Saya waspada untuk satu menit lamanya akan segala sesuatu yang berlangsung dalam diri saya, tanpa pilihan, mengamati dengan jelas; lalu saya melewatkan satu jam tanpa perhatian; saya waspada lagi pada akhir waktu sejam itu.

Sumber : wall di fb pak Hudoyo Hupudio

Thursday, May 23, 2013

Masih Tentang Dokter Paulus

Tak terasa, jatah obat 30 hari sudah hampir habis. Waktunya konsultasi ^_^.

Kali ini, lebih banyak cerita. Gara2 saya datang telat.. =setelah dapat nomor 33 *lagi* saya pulang. Datang jam 12-an, eh yang masuk udah nomor 39. Karena aturan-nya yang telat menunggu sampai habis baru masuk sesuai kedatangan, urutan-nya berubah jadi nomor 2 dari belakang :D.

Yang datang.. memang rata2 orang2 yang sakit kista, tumor atau kanker. Tapi banyak juga yang bukan. Salah satu-nya seorang laki2, masih muda umur-nya 30-an lah. Datang dari bandung, sendiri. Orang-nya ceria, suka ngobrol. Karena ngomong-nya keras seperti orang batak pada umum-nya (wkwk jadi kesukuan), sedikit2 pembicaraan-nya terekam. Dia curhat klo sekarang tidak bisa memakan babi. (*saya jadi geli, teringat waktu 2 minggu pertama pantang, ngliat sayur balado terong dan teri atau tumis pare dan tempe ngiler-nya ampun2an *). Terus terdengar klo nanti sebelum pulang akan menumpang mandi di penjual soto sebelah. Dia melanjutkan lagi, klo sakit gagal ginjal dan besok jam 8 pagi jadwal-nya cuci darah. Ini pertama kali-nya ke sini, jadi tidak tahu progress berobat-nya. Tapi di kunjungan pertama, saya bareng dengan seorang bapak2 yang tubuh-nya sudah tidak bisa memproduksi darah merah dan darah putih (=lupa istilah medis-nya). Waktu itu kedatangan ke-2, dan kata-nya setelah sebulan meminum obat badan-nya jauh lebih enak.

Selain sakit gagal ginjal, ada juga yang dulu sinus dan sudah berobat kemana2 (singapura, malaysia, hongkong). Tidak  sembuh2. Waktu ke sini, langsung dibilang "kamu minum obat selama setahun saya jamin pasti sembuh". Dan betul sembuh. Saya diwanti2 untuk tidak lupa meminum obat-nya.

Saya juga sempat ngobrol dengan seorang oma. Oma ini sudah sejak 30 tahun yang lalu berobat, tidak selalu berobat hanya waktu sakit saja. Kata-nya, dulu pasien-nya masih sedikit jadi bisa ngobrol panjang lebar dengan dokter.  O iya, saya tidak tahu oma ini sakit apa, wong cuman bilang bukan kista, tumor juga kanker ^_^.

Begitulah edisi pasien2 dokter Paulus.

Eh ada yang lupa, sedikit curcol... seminggu pertama mengkonsumsi obat, saya diare sepanjang waktu. Sempat terpikir untuk berhenti meminum-nya. Waktu saya tanya.. ternyata wajar, karena itu membuang racun2 dalam tubuh.

Monday, May 06, 2013

APAKAH KEBEBASAN ITU?

Oleh KRISHNAMURTI

Banyak filsuf telah menulis tentang kebebasan. Kita bicara tentang kebebasan -- kebebasan untuk melakukan apa pun yang kita sukai, mempunyai pekerjaan apa pun yang kita inginkan, kebebasan untuk memilih seorang laki-laki atau perempuan, kebebasan untuk membaca buku apa pun, atau kebebasan untuk tidak membaca buku apa pun. Kita bebas, dan apa yang kita lakukan dengan kebebasan itu? Kita menggunakan kebebasan itu untuk mengekspresikan diri kita, melakukan apa yang kita sukai. Semakin lama kehidupan ini semakin permisif -- Anda boleh berhubungan seksual di taman terbuka.

Kita memiliki kebebasan macam apa pun, dan apa yang kita lakukan dengan itu. Kita mengira bahwa bila ada pilihan, kita memiliki kebebasan. Saya bisa pergi ke Italia atau Prancis; suatu pilihan. Tetapi apakah pilihan memberikan kebebasan? Mengapa kita harus memilih? Jika Anda sangat jernih, melihat dengan murni, tidak ada pilihan. Dari situ datanglah tindakan benar. Hanya jika ada keraguan dan ketidakpastian maka kita mulai memilih. Jadi, kalau boleh saya mengatakannya, pilihan menghalangi kebebasan.

Negara-negara totaliter tidak memiliki kebebasan sama sekali, oleh karena mereka mempunyai gagasan bahwa kebebasan menyebabkan kemerosotan manusia. Oleh karena itu, mereka mengendalikan, menekan -- Anda tahu apa yang terjadi di sana.

Jadi apakah kebebasan itu? Apakah itu berdasarkan pilihan? Apakah itu melakukan apa yang kita sukai? Sementara psikolog berkata, jika Anda merasakan sesuatu, jangan ditekan, ditahan atau dikendalikan, alih-alih ekspresikan langsung. Dan kita melakukanya dengan sangat baik, terlalu baik. Dan ini juga dinamakan kebebasan. Apakah melempar bom itu kebebasan? -- Lihatlah bagaimana kita memerosotkan makna kebebasan.

Apakah kebebasan terletak di luar sana, atau di dalam sini? Di mana Anda mulai mencari kebebasan? Di dunia luar, di mana Anda mengekspresikan apa pun yang Anda sukai, apa yang dinamakan kebebasan individual; ataukah kebebasan mulai dari dalam, lalu kemudian mengekspresikan diri keluar secara cerdas? Pahamkah Anda pertanyaan saya? Kebebasan hanya ada bila tidak ada kebingungan di dalam batin saya, ketika secara psikologis dan religius saya tidak terperangkap dalam perangkap apa pun -- pahamkah Anda? Ada tak terhitung banyaknya perangkap: guru, juruselamat, pengkhotbah, buku-buku bagus, para psikolog dan psikiater; mereka semua perangkap.

Dan jika saya bingung dan terdapat ketidaktertiban, tidakkah pertama-tama saya harus bebas dari ketidaktertiban itu sebelum saya bicara tentang kebebasan? Jika saya tidak punya hubungan dengan istri saya, suami saya atau orang lain -- oleh karena hubungan kita berdasarkan pada citra-citra -- terdapat konflik yang tidak terhindarkan bila terdapat pemisahan. Jadi tidakkah saya harus berangkat dari sini, di dalam ini, dalam batin saya, dalam hati saya, agar bebas sepenuhnya dari semua ketakutan, kecemasan, keputusasaan, dan kepedihan dan luka-luka yang kita alami melalui ketidaktertiban psikis tertentu? Amatilah sendiri semua itu, dan bebaslah dari itu!

Tetapi tampaknya kita tidak punya energi, kita pergi kepada orang lain untuk memberi kita energi. Dengan bicara kepada seorang psikiater kita merasa lega -- pengakuan dan sebagainya. Selalu bergantung pada orang lain. Dan ketergantungan itu mau tidak mau menghasilkan konflik dan ketidaktertiban. Jadi kita harus mulai memahami kedalaman dan keluhuran kebebasan; kita harus mulai dengan apa yang paling dekat, diri kita sendiri. Keluhuran kebebasan, kebebasan sejati, kemuliaan, keindahannya, ada di dalam diri kita apabila terdapat ketertiban sempurna. Dan ketertiban itu datang hanya apabila kita menjadi cahaya bagi diri kita sendiri.

[Brockwood Park, 2nd Question & Answer Meeting, 4th September 1980 - 'Freedom']


Sumber : wall di fb pak Hudoyo Hupudio

Monday, April 29, 2013

Dokter Paulus W Halim

Beliau menggunakan obat2an herbal dan seorang dokter bedah onkologi.

Sebenarnya sejak setahun yang lalu saat ketahuan ada kista, kk sepupu menyuruh ke dokter Paulus. Cuman saya abaikan. Wong kata dokter yang memeriksa waktu itu, tidak apa2 kok (* ada lanjutan hanya yang diingat tidak apa2-nya :D *).

Giliran jumlahnya menjadi berkali lipat dan sering terasa sakit, baru d ke sana.

Klo ada yang ingin ke dokter Paulus, alamat-nya:
Perumahan Griya Loka
Jl. Suplir Blok F1/13 Sektor 1.5
Bumi Serpong Damai, Tangerang

Praktek tiap hari Senin, Rabu dan Jumat dibatasi 50 pasien.
Cara-nya:
1. Mendaftar dulu di hari sebelumnya jam 3-5 sore atau jam 5 - 7.45 pagi saat hari praktek.
2. Jam 8 pagi pengambilan nomor.
3. Praktek mulai jam 8 pagi.

Usahakan jangan sampai telat waktu pengambilan nomor, karena bisa merubah nomor urut-nya.

Tentang Kanker

Kiriman dari teman..

=============================================
LATEST CANCER INFORMATION
from Johns Hopkins

AFTER YEARS OF TELLING PEOPLE CHEMOTHERAPY IS THE ONLY WAY TO TRY AND
ELIMINATE CANCER, JOHNS HOPKINS IS FINALLY STARTING TO TELL YOU THERE IS
AN ALTERNATIVE WAY .


1. Every person has cancer cells in the body. These cancer cells do not show up in the standard tests until they have multiplied to a few billion. When doctors tell cancer patients that there are no more cancer cells in their bodies after treatment, it just means the tests are unable to detect the cancer cells because they have not reached the detectable size.

2. Cancer cells occur between 6 to more than 10 times in a person's lifetime.

3. When the person's immune system is strong the cancer cells will be destroyed and prevented from multiplying and forming tumors.

4. When a person has cancer it indicates the person has multiple nutritional deficiencies. These could be due to genetic, environmental, food and lifestyle factors.

5. To overcome the multiple nutritional deficiencies, changing diet and including supplements will strengthen the immune system.

6. Chemotherapy involves poisoning the rapidly-growing cancer cells and also destroys rapidly-growing healthy cells in the bone marrow, gastro-intestinal tract etc, and can cause organ damage, like liver, kidneys, heart, lungs etc.

7. Radiation while destroying cancer cells also burns, scars and damages healthy cells, tissues and organs.

8. Initial treatment with chemotherapy and radiation will often reduce tumor size. However prolonged use of chemotherapy and radiation do not result in more tumor destruction.

9. When the body has too much toxic burden from chemotherapy and radiation the immune system is either compromised or destroyed, hence the person can succumb to various kinds of infections and complications.

10. Chemotherapy and radiation can cause cancer cells to mutate and become resistant and difficult to destroy. Surgery can also cause cancer cells to spread to other sites.


11. An effective way to battle cancer is to STARVE the cancer cells by not feeding it with foods it needs to multiple.

What cancer cells feed on:

a. Sugar is a cancer-feeder. By cutting off sugar it cuts off one important food supply to the cancer cells. Note: Sugar substitutes like NutraSweet, Equal, Spoonful, etc are made with Aspartame and it is harmful. A better natural substitute would be Manuka honey or molasses but only in very small amounts. Table salt has a chemical added to make it white in colour. Better alternative is Bragg's aminos or sea salt.


b. Milk causes the body to produce mucus, especially in the gastro-intestinal tract. Cancer feeds on mucus. By cutting off milk and substituting with unsweetened soy milk, cancer cells will starved.

c. Cancer cells thrive in an acid environment. A meat-based diet is acidic and it is best to eat fish, and a little chicken rather than beef or pork. Meat also contains livestock antibiotics, growth hormones and parasites, which are all harmful, especially to people with cancer.

d. A diet made of 80% fresh vegetables and juice, whole grains, seeds, nuts and a little fruits help put the body into an alkaline environment. About 20% can be from cooked food including beans. Fresh vegetable juices provide live enzymes that are easily absorbed and reach down to cellular levels within 15 minutes t o nourish and enhance growth of healthy cells.

To obtain live enzymes for building healthy cells try and drink fresh vegetable juice (most vegetables including bean sprouts) and eat some raw vegetables 2 or 3 times a day. Enzymes are destroyed at temperatures of 104 degrees F (40 degrees C).

e. Avoid coffee, tea, and chocolate, which have high caffeine. Green tea is a better alternative and has cancer-fighting properties. Water--best to drink purified water, or filtered, to avoid known toxins and heavy metals in tap water. Distilled water is acidic, avoid it.

12. Meat protein is difficult to digest and requires a lot of digestive enzymes. Undigested meat remaining in the intestines will become putrified and leads to more toxic buildup.

13. Cancer cell walls have a tough protein covering. By refraining from or eating less meat it frees more enzymes to attack the protein walls of cancer cells and allows the body's killer cells to destroy the cancer cells.

14. Some supplements build up the immune system (IP6, Flor-ssence, Essiac, anti-oxidants, vitamins, minerals, EFAs etc.) to enable the body's own killer cells to destroy cancer cells. Other supplements like vitamin E are known to cause apoptosis, or programmed cell death, the body's normal method of disposing of damaged, unwanted, or unneeded cells.

15. Cancer is a disease of the mind, body, and spirit. A proactive and positive spirit will help the cancer warrior be a survivor.

Anger, unforgiving and bitterness put the body into a stressful and acidic environment. Learn to have a loving and forgiving spirit. Learn to relax and enjoy life.

16. Cancer cells cannot thrive in an oxygenated environment. Exercising daily, and deep breathing help to get more oxygen down to the cellular level. Oxygen therapy is another means employed to destroy cancer cells.

(PLEASE SHARE IT TO PEOPLE YOU CARE ABOUT)

Monday, April 22, 2013

APAKAH PENCIPTAAN ITU ?

Oleh: J Krishnamurti

Apakah asal mula dari seluruh eksistensi, mulai dari sel-sel yang paling kecil sampai otak yang paling rumit? Apakah ada awal dari semua ini, dan apakah ada akhir dari semua ini? Apakah penciptaan itu? Untuk menggali ke dalam sesuatu yang sama sekali tidak diketahui, tidak terbayangkan sebelumnya, tanpa terperangkap dalam ilusi sentimental dan romantik apa pun, harus ada kualitas otak yang sepenuhnya bebas dari seluruh keterkondisiannnya, dari seluruh pemrogramannya, dari setiap macam pengaruh, dan dengan demikian sangat peka dan sangat aktif. Mungkinkah itu? Mungkinkah mempunyai batin, otak, yang luar biasa hidup, tak terperangkap kerutinan apa pun, bukan mekanis? Apakah kita punya otak yang di situ tidak terdapat ketakutan, tiada kepentingan-diri, tiada kegiatan yang berpusat pada diri? Kalau tidak, ia hidup di bawah bayangannya sendiri sepanjang waktu, ia hidup dalam lingkungan kesukuannya yang terbatas, seperti seekor binatang tertambat pada sebuah tiang.

Sebuah otak harus punya ruang. Ruang bukan hanya jarak dari sini ke sana, ruang menyiratkan berada tanpa pusat. Jika Anda punya pusat dan Anda bergerak dari pusat ke tepi, betapa pun jauhnya tepi itu, itu masih terbatas. Jadi, ruang mengisyaratkan tiadanya pusat dan tiadanya tepi, tiada perbatasan. Punyakah kita otak yang tidak termasuk ke dalam apa pun, tak melekat kepada apa pun --kepada pengalaman, kesimpulan, harapan, cita-cita-- sehingga ia sungguh-sungguh bebas sepenuhnya? Jika Anda memikul beban, Anda tidak bisa berjalan jauh. Jika otak kasar, vulgar, berpusat pada diri, ia tidak bisa mempunyai ruang yang tak terbatas. Dan ruang mengisyaratkan --kita menggunakan kata ini dengan sangat berhati-hati-- kekosongan.

Kita mencoba menemukan apakah mungkin hidup di dunia tanpa rasa takut apa pun, tanpa konflik apa pun, dengan rasa welas asih yang hebat, yang menuntut banyak kecerdasan. Anda tidak bisa memiliki welas asih tanpa kecerdasan. Dan kecerdasan itu bukan kegiatan pikiran. Kita tidak bisa penuh welas asih jika kita melekat kepada ideologi tertentu, kepada kesukuan tertentu yang sempit, atau kepada konsep keagamaan apa pun, oleh karena hal-hal itu membatasi. Dan welas asih hanya bisa datang --ada-- apabila terdapat pengakhiran kesedihan, yang adalah pengakhiran gerakan yang berpusat pada diri.

Jadi ruang mengisyaratkan kekosongan (emptiness), bukan apa-apa (nothingness). Dan oleh karena tidak ada apa-apa yang dibentuk oleh pikiran, ruang itu mempunyai energi yang hebat. Jadi otak harus memiliki kualitas kebebasan penuh dan ruang. Artinya, kita harus sebagai bukan apa-apa (nothing). Kita semua merasa sebagai sesuatu: analis, psikoterapis, dokter. Itu boleh-boleh saja, tetapi apabila kita adalah terapis, ahli biologi, teknisi, identifikasi-identifikasi seperti itu membatasi keutuhan otak.

Hanya apabila ada kebebasan dan ruang, kita dapat bertanya apa meditasi itu. Hanya apabila kita telah meletakkan landasan ketertiban dalam hidup, kita dapat bertanya apakah meditasi sejati itu. Tidak mungkin ada ketertiban bila ada ketakutan. Tidak mungkin ada ketertiban bila ada konflik apa pun. Rumah-batin kita harus berada dalam ketertiban sepenuhnya, sehingga terdapat kemantapan kuat, tanpa celoteh ke mana-mana. Terdapat kekuatan besar di dalam kemantapan itu. Jika rumah tidak tertib, meditasi Anda tidak banyak berarti. Anda bisa membuat berbagai ilusi, berbagai pencerahan, berbagai disiplin harian, semua itu masih terbatas, khayal, oleh karena datang dari ketidaktertiban. Semua ini logis, waras, rasional; itu bukan sesuatu yang diciptakan oleh pembicara untuk Anda terima. Bolehkah saya gunakan istilah ‘ketertiban tak terdisiplin’? Kalau tidak ada ketertiban yang bukan ketertiban terdisiplin, meditasi menjadi amat dangkal dan tanpa arti.

Apakah ketertiban itu? Pikiran tidak bisa menciptakan ketertiban psikologis oleh karena pikiran itu sendiri adalah ketidaktertiban, oleh karena pikiran berdasar pada pengetahuan, yang berdasar pada pengalaman. Semua pengetahuan terbatas, dan dengan demikian pikiran juga terbatas, dan apabila pikiran mencoba menciptakan ketertiban ia menghasilkan ketidaktertiban. Pikiran menciptakan ketidaktertiban melalui konflik antara ‘apa adanya’ dengan ‘apa seharusnya’, apa yang aktual dengan apa yang teoretis. Tetapi hanya ada apa yang aktual, bukan apa yang teoretis. Pikiran memandang kepada apa yang aktual dari sudut pandang yang terbatas, dan dengan demikian tindakannya mau tidak mau menciptakan ketidaktertiban. Apakah kita melihat ini sebagai kebenaran, sebagai hukum, atau sekadar suatu ide? Misalkan saya serakah, iri hati; itulah ‘apa adanya’; lawannya tidak ada. Tetapi lawannya diciptakan oleh manusia, oleh pikiran, sebagai cara untuk memahami ‘apa adanya’ dan juga sebagai cara untuk lari dari ‘apa adanya’. Tetapi hanya ada ‘apa adanya’, dan bila Anda melihat ‘apa adanya’ tanpa lawannya, maka penglihatan itu sendiri membawa ketertiban.

Rumah kita harus tertib, dan ketertiban ini tidak bisa dihasilkan oleh pikiran. Pikiran menciptakan disiplinnya sendiri: lakukan ini, jangan lakukan itu; ikuti ini, jangan ikuti itu; ikuti tradisi, jangan ikuti tradisi. Pikiran adalah penuntun yang melalui itu kita berharap akan menghasilkan ketertiban, tetapi pikiran itu sendiri terbatas, dengan demikian ia pasti akan menciptakan ketidaktertiban. Jika saya terus-menerus mengulang, saya seorang Inggris, atau saya seorang Prancis, atau saya seorang Hindu, atau seorang Buddhis, kesukuan seperti itu sangat terbatas, kesukuan seperti itu menyebabkan kekacauan besar di dunia. Kita tidak menggali sampai ke akarnya dan mengakhiri kesukuan; kita malah mencoba menciptakan perang yang lebih baik. Ketertiban hanya bisa muncul apabila pikiran, yang diperlukan dalam bidang-bidang tertentu, tidak diberi tempat di dunia psikologis. Dunia itu sendiri tertib bila pikiran tidak ada.

Penting untuk memiliki otak yang sama sekali hening. Otak mempunyai iramanya sendiri, aktif tanpa henti, berceloteh dari satu topik ke topik lain, dari satu pikiran ke pikiran lain, dari satu hubungan (association) ke hubungan lain, dari satu keadaan ke keadaan lain. Ia terus-menerus sibuk. Biasanya kita tidak menyadarinya, tetapi bila kita sadar (aware) tanpa pilihan apa pun, sadar-tanpa-pilihan (choicelessly aware) terhadap gerakan ini, maka kesadaran (awareness) itu sendiri, perhatian (attention) itu sendiri, mengakhiri celoteh itu. Harap lakukan ini, dan Anda akan melihat betapa sederhananya semua ini.

Otak harus bebas, memiliki ruang dan keheningan psikologis. Anda dan saya berbicara satu sama lain. Kita menggunakan pikiran karena kita berbicara menggunakan bahasa. Tetapi berbicara dari keheningan ... Harus ada kebebasan dari kata. Maka otak sama sekali hening, sekalipun ia mempunyai iramanya sendiri.

Lalu apakah penciptaan, apakah awal dari semua ini? Kita menyelidik ke dalam asal mula semua kehidupan, bukan hanya kehidupan kita, tetapi kehidupan setiap benda yang hidup: ikan paus di samudra yang dalam, ikan lumba-lumba, ikan yang kecil, sel-sel yang amat kecil, alam yang luas, keindahan seekor harimau. Dari sel yang paling kecil sampai manusia yang paling rumit--dengan segala temuannya, dengan segala ilusinya, dengan takhayulnya, dengan pertengkarannya, dengan perangnya, dengan keangkuhannya, kevulgarannya, dengan aspirasinya yang hebat dan depresinya yang dalam--apakah asal mula semua ini?

Nah, meditasi berarti sampai ke sini. Bukan berarti Anda yang sampai ke sini. Di dalam keadaan diam itu, di dalam keheningan itu, di dalam ketenangan yang mutlak itu, adakah suatu awal? Dan jika ada awal, harus ada akhir. Apa yang memiliki sebab harus berakhir. Di mana ada sebab, tentulah ada akhir. Itulah hukum, itu alami. Jadi adakah sebab-musabab bagi penciptaan manusia, penciptaan seluruh cara hidup? Adakah awal dari semua ini? Bagaimana kita menemukannya?

Apakah penciptaan itu? Bukan dari si pelukis, bukan dari si penyair, bukan pula dari orang memahat sesuatu dari batu pualam; semua itu adalah benda-benda yang terwujud (manifested). Adakah sesuatu yang tidak terwujud? Adakah sesuatu yang, oleh karena tidak terwujud, tidak mempunyai awal dan akhir? Kita semua adalah perwujudan (manifestations). Bukan dari sesuatu yang ilahi atau sesuatu yang lain, kita adalah hasil dari ribuan tahun apa yang dinamakan evolusi, pertumbuhan, perkembangan, dan kita juga berakhir. Apa yang mewujud selalu dapat dimusnahkan, tetapi apa yang tidak mewujud tidak punya waktu.

Kita bertanya, adakah sesuatu yang di luar waktu. Itu telah diselidiki oleh para filsuf, ilmuwan dan orang-orang agama, untuk menemukan apa yang di luar ukuran manusia, yang di luar waktu. Oleh karena, jika kita dapat menemukannya, atau melihatnya, itulah kekekalan (immortality). Itu di luar kematian. Manusia telah mencari ini, dengan berbagai cara, di berbagai penjuru dunia, melalui berbagai kepercayaan, oleh karena bila kita menemukan, merealisasikan itu, maka hidup tidak mempunyai awal dan akhir. Ia ada di luar semua konsep, di luar semua harapan. Itu sesuatu yang mahaluas.

Sekarang, turun kembali membumi. Lihat, kita tidak pernah memandang hidup, hidup kita sendiri, sebagai suatu gerakan hebat dengan kedalaman besar, keluasan. Kita telah memerosotkan hidup kita menjadi sesuatu yang kecil, remeh. Dan hidup adalah hal paling suci yang ada. Membunuh orang adalah kengerian yang paling tidak religius, atau menjadi marah, keras terhadap orang lain.

Kita tidak pernah melihat dunia sebagai keutuhan oleh karena kita begitu terpecah-belah, begitu amat terbatas, remeh. Kita tidak pernah memiliki rasa keutuhan, di mana benda-benda di laut, benda-benda di bumi, alam sekitar, langit, alam semesta, adalah bagian dari kita. Bukan dikhayalkan--Anda bisa melambung dalam suatu khayalan dan membayangkan bahwa Anda adalah alam semesta, lalu Anda menjadi sinting. Tetapi patahkan kepentingan kecil yang berpusat pada diri ini, jangan berhubungan dengan itu lagi, dan dari situ Anda bisa bergerak tanpa batas.

Dan meditasi adalah itu, bukan duduk bersila, atau berdiri di atas kepala Anda, atau melakukan apa pun yang Anda suka, melainkan memiliki rasa keutuhan dan kesatuan sempurna dari kehidupan. Dan itu hanya bisa datang apabila terdapat cinta dan welas asih.

Salah satu kesulitan kita ialah bahwa kita telah mengaitkan cinta dengan kenikmatan, dengan seks, dan bagi kebanyakan dari kita cinta juga berarti kecemburuan, kecemasan, kepemilikan, kelekatan. Itulah yang kita namakan cinta. Apakah cinta kelekatan? Apakah cinta kenikmatan? Apakah cinta keinginan? Apakah cinta lawan dari kebencian? Jika ia lawan dari kebencian, maka ia bukan cinta. Semua lawan mengandung lawannya. Ketika saya mencoba untuk menjadi berani, keberanian itu lahir dari ketakutan. Cinta tidak mungkin punya lawan. Cinta tidak mungkin ada bila ada kecemburuan, ambisi, keagresifan.

Dan di mana ada sifat cinta, dari situ muncullah welas asih. Bila ada welas asih itu, ada kecerdasan--tetapi itu bukan kecerdasan dari kepentingan diri sendiri, atau kecerdasan pikiran, atau kecerdasan dari pengetahuan yang banyak. Welas asih tidak ada kaitannya dengan pengetahuan.

Hanya dengan welas asih ada kecerdasan yang memberi manusia rasa aman, kemantapan, kekuatan yang amat besar. ***

[Dari: “This Light In Oneself – True Meditation”, oleh J. Krishnamurti, 1999, Bab 9]
Diterjemahkan oleh Hudoyo Hupudio

Monday, March 18, 2013

Mobil dan Pohon Pinang

Awal-nya saya berencana membuat sarung laptop. Baru satu sisi, lebar-nya ternyata kurang. Selain itu hasil-nya juga mengerucut. Entah tarikan-nya yang ga sama atau salah hitung.

Lama2 dilihat kok jelek. Akhirnya beralih mau dijadikan hiasan dinding. Nanti ditempel mobil, rumah dan pohon. Cuman itu, ga punya ide lain :D.
Semalem coba membuat, hasilnya ini dia... satu angkot dan satu pohon pinang.

Klo ada yang ingin nyoba, saya bagi pola-nya..
Untuk angkot, buat dulu roda-ya. Setelah itu buat rantai ikutin aja gambar disamping dari baris 1 sampai 5.

Sttt, sepertinya kemampuan menggambar saya meningkat. Baru kali ini sukses menggambar pola. Tanpa salah lagi ^_^.