“Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia …” (Mateus 18:15)
Apabila pernyataan dari kutipan tersebut di atas dirumuskan ulang secara lebih positif, bunyinya akan seperti ini, “Bantulah saudaramu untuk kembali kepada kesucian, kedamaian dan kekuatan yang menjadi esensi dari jiwa!”
Apa bedanya antara jiwa yang kuat dan jiwa yang lemah. Orang yang dalam kesadaran murni menghendaki sesuatu terjadi dan menjadi kenyataan, kita menyebut jiwa orang tersebut kuat. Sebaliknya orang yang menghendaki sesuatu terjadi tetapi tidak pernah terjadi, kita menyebut jiwa orang tersebut lemah.
Apabila Anda dipertemukan dengan orang yang jiwanya lemah, setiap kali jatuh pada kelemahan yang sama atau jatuh dari kelemahan yang satu ke kelemahan yang lain, pertolongan terbaik seperti apa yang bisa Anda berikan kepadanya?
Anda bisa menolong dengan memberikan energy spiritual yang terbaik. Penerimaan, pemahaman dan apresiasi adalah tiga macam energy spiritual dasariah yang sangat dibutuhkan untuk menolong jiwa-jiwa.
Pertama-tama kita perlu menerima bahwa apapun yang dilakukan orang lain adalah benar menurut keterkondisiannya. Apabila anak-anak Anda melakukan hal-hal yang buruk atau jahat dalam ukuran umum, misalnya, tindakan mereka adalah benar menurut keterkondisian mereka. Menerima bukan berarti setuju dengan apa yang mereka pikirkan atau lakukan. Menerima keadaan mereka seperti apa adanya membuat kita akan mampu memahami bahwa tindakan mereka hanyalah buah dari keterkondisian mereka. Dengan mengembangkan kemampuan untuk menerima dan memahami, maka kita akan mudah melihat kekuatan-kekuatan positif yang tersembunyi dalam diri mereka dan membangkitkan kekuatan-kekuatan tersebut dengan memberikan apresiasi.
Dulu ketika saya masih kecil, pertama kali saya belajar naik sepeda motor Honda GL kelas 3 Sekolah Menengah Pertama. Saya adalah anak ke-8 dari 10 bersaudara dan kakak saya nomor 2 adalah orang yang mengajari saya bagaimana mengendarai sepeda motor Honda. Ia meminta saya duduk di depan dan ia membonceng di belakang. Karena baru pertama kali mengendarai motor Honda, sebentar-sebentar motor mogok karena gasnya kurang kuat atau kurang percaya diri. Karena sudah terlalu sering mogok, saya tidak enak dan beberapa kali berkata, “Saya tidak bisa.” Saya berharap kakak saya mengambi kembali kendali motornya. Tetapi kakak saya selalu mengatakan dengan sabar, “Kita coba lagi, Kamu pasti bisa.” Kami menyusuri jalan Bulu ke arah Jalan Raya Magelang di Salam sejauh sekitar 5 km dan motor mogok belasan kali. Akhirnya sampai juga di ujung Jalan Raya Magelang dengan lega. Kelegaan hanya berlangsung sebentar karena kakak saya mengatakan harus pergi ke Slawi saat itu pula dengan bus sehingga saya harus pulang sendiri dengan motornya. Setelah ambil nafas dalam-dalam, saya hidupkan mesinnya dan saya pulang sendirian. Apa yang terjadi? Luar biasa. Saya sampai di rumah tanpa mogok satu kali pun. Saya lalu memberi tahu kakak saya bahwa saya pulang tanpa mogok dan mengatakan, “Hari ini saya bertemu dengan seorang guru yang hebat.” Ceritanya barangkali akan berbeda apabila anak kecil dalam kisah di atas dipersalahkan atau dibodoh-bodohi setiap kali motor yang dikendarainya mogok.
Penerimaan, pemahaman dan apresiasi yang paling baik bisa kita berikan kepada setiap jiwa. Kita tidak mungkin melihat perubahan mendasar selama jiwa lemah atau tidak memiliki kekuatan dari dalam. Dalam jiwa yang lemah, segala bentuk hukuman, tuntutan, atau paksaan dari luar untuk berubah tidak mendatangkan perubahan. Maka pertolongan yang paling baik adalah berikan dukungan dan energy spiritual yang paling baik kepadanya. Jiwa-jiwa yang lemah tidak membutuhkan banyak kata-kata nasehat, melainkan kekuatan spiritual. Dengan menerima dukungan dan energy spiritual yang paling baik, jiwa yang lemah akan menjadi kuat dan jiwa yang kuat akan mendatangkan perubahan mendasar secara alamiah.
Dalam berelasi dengan jiwa-jiwa yang lemah, kita perlu ingat ini: “Saya harus memberi dan bukan mengambil.” Apabila kita tidak memahami orang yang sedang bergulat dan kita hanya menuntut, memaksa, meminta untuk berubah, maka kita tidak memberi, tetapi mengambil. Apabila kita menunggu orang lain melakukan sesuatu yang kita harapkan dan barulah kemudian kita memberi, itu namanya bukan memberi tetapi mengambil. Apabila kita memberi karena kita merasa terganggu dengan kehadiran atau permintaan orang lain, maka itu bukan tindakan memberi, tetapi mengambil. Apabila Anda mengambil, jiwa Anda sendiri lemah dan jiwa yang lemah tidak mungkin bisa member berkah.
Mari kita merealisasikan kebenaran ini, bahwa kita adalah jiwa-jiwa pemberkah dan Allah adalah Sang Pemberkah Utama. Untuk bisa menjadi pemberkah, jiwa harus benar-benar penuh. Bagaimana caranya agar jiwa bisa selalu penuh dengan berkah?
Pertama, setiap pagi, kita harus menyediakan waktu dalam keheningan doa untuk membiarkan berkah dari Allah Sang Pemberkah Utama memenuhi jiwa kita. Kita hanya boleh menerima berkah dari Sang Pemberkah, bukan dari sesama makhluk. Kita boleh menarik berkah apapun yang kita butuhkan. Kristus menegaskan, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu.” (Mateus 7:7) Apalagi jiwa-jiwa bertemu dalam kesadaran akan kehadiran Allah Sang Pemberkah dan sepakat untuk “meminta” atau merealisasikan berkah yang sungguh dibutuhkan, maka Allah Sang Pemberkah akan menganugerahkan berkahnya. (Bdk Mateus 18:19)
Mengapa jiwa kita harus dipenuhi dengan kekuatan-kekuatan spiritual setiap pagi? Seperti halnya kita perlu mengawali hari dengan tenaga yang penuh untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan sehari-hari, begitu pula jiwa kita harus mencapai kepenuhan di awal hari agar jiwa kita bisa berfungsi sebagai pemberkah secara penuh. Apabila keheningan doa setiap pagi kita lupakan, jiwa tidak memiliki kekuatan penuh dan tidak mungkin berfungsi menjadi pemberkah. Akibatnya, jiwa makin menjadi lemah dan cenderung akan mengambil dari sesama makhluk untuk mengisi kekosongan dirinya.
Berkah apa yang diminta? Pertama-tama bukan hal-hal fisik, melainkan hal-hal rohani, seperti bertambahnya rasa damai, kesucian, ketenangan, kestabilan, kekuatan, antusiasme, kasih, kebahagiaan, kebijaksanaan, penerimaan, pemahaman, dst. Hal-hal tersebut hanya bisa kita terima dari Allah Sang pemberkah, bukan dari sesama makhluk.
Terhadap sesama dan segala makhluk, sejauh mungkin kita berlatih untuk selalu memberi, bukan mengambil. Terhadap Sang Penganugerah, kita berlatih untuk menerima anugerah sampai penuh. Bukan sebaliknya: dari sesama makhluk kita mengambil, kepada Sang Pencipta kita memberi.
Apabila kita memberi sesungguhnya kita menerima. Kita hanya menerima sejauh mana kita memberi. Siapakah yang pertama kali menerima kebaikan yang kita berikan? Ketika kita memberi kebaikan, kitalah yang pertama kali menerima kebaikan; barulah kemudian orang lain. Ketika orang lain menerima kebaikan yang kita berikan, anugerah kebaikan itu akan kembali kepada kita dan membuat anugerah kebaikan kita akan bertambah.
Syarat kedua agar kita kembali menjadi jiwa yang penuh dan selalu menjadi pemberkah adalah menjaga agar anugerah-anugerah yang sudah kita terima setiap pagi tidak kita bocorkan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat atau sia-sia. Kebocoran terjadi ketika memiliki keinginan-keinginan yang sia-sia dan rintangan-rintangan batin yang lain. Ketika kita bebas dari kebocoran-kebocoran dari saat ke saat, jiwa berfungsi sebagai pemberkah secara penuh dan konstan.
Kita perlu belajar untuk melihat dalam segala sesuatu apa esensinya, bukan perluasannya. Ada seorang guru mengajari 3 muridnya bagaimana melepaskan anak panah pada titik sasaran. Guru bertanya, “Ketika ada burung di depan kalian, kapan saat tepat kalian melepaskan anak panah ke objek sasaran?” Murid pertama menjawab, “Pada saat saya melihat pergerakan pada objek sasaran, saat itu adalah saat tepat saya melepaskan anak panah.” Murid kedua berkata, “Pada saat saya melihat entah kepala, tubuh atau ekornya, saat itu adalah saat tepat saya melepaskan anak panah.” Murid yang ketiga mengatakan, “Pada saat saya yakin saya sampai pada titik kestabilan dan melihat titik matanya, saat itu adalah saat tepat saya melepaskan anak panah.” Guru tahu muridnya yang pertama dan kedua akan gagal dan murid yang ketiga akan berhasil.
Pandangan seorang pemanah yang terlatih tidak tertuju pada tubuh burung, tetapi pada titik mata burung. Tubuh burung adalah perluasan dan mata burung adalah titiknya. Melihat titik adalah melihat esensinya. Apa yang Anda lihat ketika seorang perempuan, misalnya, datang kepada Anda? Apakah Anda melihat lentik matanya, kemilau rambutnya, bibirnya, buah dadanya, kakinya? Itu semua adalah perluasan, bukan esensinya? Apa esensinya? Ia adalah jiwa; ia adalah kesadaran murni. Itulah titiknya; itulah esensinya. Ia tidak berbeda dengan siapa kita yang sesungguhnya.
Identitas sebagai perempuan atau laki-laki, buruk rupa atau rupawan, suami atau isteri, anak atau orang tua, orang berpunya atau tidak berpunya, berpendidikan tinggi atau rendah, semua itu adalah perluasan. Apabila penglihatan kita tertambat pada perluasannya, maka batin kita tergoncang dan tidak stabil. Pada saat kita mencapai titik kestabilan dan kita melihat titik jiwanya, saat itu adalah saat tepat kita melepaskan panah kekuatan spiritual untuk menolong jiwanya.
Pandangan kita harus tertuju pada satu titik. Titik itu adalah “Aku musti mencapai titik kestabilan. Aku dan orang lain tidaklah berbeda. Kita adalah jiwa; kita adalah kesadaran murni. Aku harus selalu memberi dan jangan pernah mengambil. Yang aku berikan adalah energy spiritual yang terbaik. Untuk bisa memberi, jiwa harus selalu penuh. Untuk bisa penuh secara konstan, jiwa harus bebas dari keinginan yang sia-sia dan rintangan-rintangan batin.”
Kita perlu melatih ini sekarang dan seterusnya, dari saat ke saat, sehingga ketika kita mendengar suara penderitaan dari jiwa-jiwa yang datang, kita mampu memberi pertolongan terbaik. Dan ketika kita mendengar jeritan kepedihan dari jiwa kita sendiri, kita mampu dengan cepat mengatasinya, secepat kita melepaskan anak panah pada titik sasaran.* js
Sumber : Berilah dan Jangan Pernah Meminta, Romo J. Sudrijanta
Tuesday, November 18, 2014
Saturday, October 11, 2014
Ber-Food Combining
Miris ya liat negeri ini sejak pilpres kmaren. Manusia klo menyangkut uang kadang terbutakan. Ga usah jauh2, bapak saya yang sebelum-nya ga merasa bermasalah dengan uang. Begitu terbelenggu, berpikir-nya tidak sejernih dulu. Semoga bapak bisa mengalahkan ketakutan-nya, sehingga tidak berlarut. Dan untuk negeri ini, semoga mereka2 yang benar, tidak tergoyahkan dengan apa pun juga.
Heehh (*menghela napas*).
Sebentar saya mengumpulkan energi dulu.
Nah sekarang tentang food combining.
Sejak saya bukan pemakan segala, berat badan saya turun di atas 5 kg di bawah 10 kg. Turun-nya tidak langsung tapi sedikit2. Panik juga, klo semakin lama semakin bertambah.
Cari sana sini tentang pola makan sehat, dan ketemu-lah raw food-nya dr. Tan Shot Yen yang cuman bertahan 1 bulan. Karena waktu itu bb semakin turun jadi tidak dilanjutkan.
Setelah itu, sempet balik ke pola makan lama dan sekarang sudah menginjak bulan ke-3 ber-food combining.
Klo ke-2-nya dibandingkan sebenarnya ga beda jauh, apa2 yang sebaik-nya dimakan hampir sama (sedikit beda di protein hewani) tapi untuk cara makan-nya berbeda. Klo dr Tan, setiap kali makan sebaik-nya mengandung protein-lemak-karbohidrat, untuk fc saat sarapan ekslusif buah, makan siang/makan malam paduan-nya pati-sayuran atau protein hewani-sayuran.
Saya sih masih salah2 ber-fc-nya (*maklum pemula*), jadi wajar klo timbangan belum bergerak, tapi di badan berasa enak, sudah tidak sering nyut2an lagi.
Yang ingin tahu lebih jauh tentang food combining, monggo dilihat link2 ini.
Grup Food Combining Indonesia di facebook
www.erykar.com
www.uniwiwied.com
Heehh (*menghela napas*).
Sebentar saya mengumpulkan energi dulu.
Nah sekarang tentang food combining.
Sejak saya bukan pemakan segala, berat badan saya turun di atas 5 kg di bawah 10 kg. Turun-nya tidak langsung tapi sedikit2. Panik juga, klo semakin lama semakin bertambah.
Cari sana sini tentang pola makan sehat, dan ketemu-lah raw food-nya dr. Tan Shot Yen yang cuman bertahan 1 bulan. Karena waktu itu bb semakin turun jadi tidak dilanjutkan.
Setelah itu, sempet balik ke pola makan lama dan sekarang sudah menginjak bulan ke-3 ber-food combining.
Klo ke-2-nya dibandingkan sebenarnya ga beda jauh, apa2 yang sebaik-nya dimakan hampir sama (sedikit beda di protein hewani) tapi untuk cara makan-nya berbeda. Klo dr Tan, setiap kali makan sebaik-nya mengandung protein-lemak-karbohidrat, untuk fc saat sarapan ekslusif buah, makan siang/makan malam paduan-nya pati-sayuran atau protein hewani-sayuran.
Saya sih masih salah2 ber-fc-nya (*maklum pemula*), jadi wajar klo timbangan belum bergerak, tapi di badan berasa enak, sudah tidak sering nyut2an lagi.
Yang ingin tahu lebih jauh tentang food combining, monggo dilihat link2 ini.
Grup Food Combining Indonesia di facebook
www.erykar.com
www.uniwiwied.com
Wednesday, July 23, 2014
AKHIR KESEDIHAN
Jika Anda berjalan sepanjang jalan itu, Anda akan melihat kemegahan alam, keindahan luar biasa dari ladang-ladang hijau dan langit yang terbentang; dan Anda akan mendengar tawa anak-anak. Tetapi sekalipun demikian, ada suatu rasa kesedihan. Ada kesakitan dari perempuan yang melahirkan anak; ada kesedihan dalam kematian; ada kesedihan ketika Anda mengharapkan sesuatu dan itu tidak terjadi; ada kesedihan ketika suatu bangsa runtuh, menjadi pudar; ada kesedihan dari kerusakan, bukan hanya secara kolektif, tetapi juga secara individual. Ada kesedihan di dalam rumah Anda sendiri, jika Anda memandang secara mendalam -- kesedihan karena tidak mampu memenuhi, kesedihan dari keremehan dan ketakberdayaan Anda sendiri, dan berbagai kesedihan yang tak disadari.
Ada juga tawa dalam kehidupan. Tawa adalah hal yang menyenangkan—tertawa tanpa alasan, bersukacita dalam hati kita tanpa sebab, mencinta tanpa mengharapkan sesuatu sebagai balasan. Tapi tawa seperti itu jarang terjadi pada kita. Kita terbebani kesedihan; kehidupan kita adalah proses kesengsaraan dan pergulatan, disintegrasi terus-menerus, dan kita hampir tidak pernah tahu apa artinya mencinta dengan seluruh diri kita. ...
Kita ingin menemukan solusi, suatu cara, suatu metode untuk memecahkan beban kehidupan ini, dan dengan demikian kita tidak pernah secara aktual memandang kesedihan. Kita mencoba melarikan diri melalui mitos-mitos, melalui citra-citra, melalui spekulasi; kita berharap menemukan suatu jalan untuk menghindari beban ini, untuk lolos dari gelombang kesedihan.
... Kesedihan mempunyai akhir, tetapi itu bukan terjadi melalui suatu sistem atau metode apa pun. Tidak ada kesedihan, bila ada persepsi akan apa adanya.
~ J Krishnamurti
Buku Kehidupan: Kesedihan
23 Juli
sumber : wall di facebook pak Hudoyo Hupudio
Ada juga tawa dalam kehidupan. Tawa adalah hal yang menyenangkan—tertawa tanpa alasan, bersukacita dalam hati kita tanpa sebab, mencinta tanpa mengharapkan sesuatu sebagai balasan. Tapi tawa seperti itu jarang terjadi pada kita. Kita terbebani kesedihan; kehidupan kita adalah proses kesengsaraan dan pergulatan, disintegrasi terus-menerus, dan kita hampir tidak pernah tahu apa artinya mencinta dengan seluruh diri kita. ...
Kita ingin menemukan solusi, suatu cara, suatu metode untuk memecahkan beban kehidupan ini, dan dengan demikian kita tidak pernah secara aktual memandang kesedihan. Kita mencoba melarikan diri melalui mitos-mitos, melalui citra-citra, melalui spekulasi; kita berharap menemukan suatu jalan untuk menghindari beban ini, untuk lolos dari gelombang kesedihan.
... Kesedihan mempunyai akhir, tetapi itu bukan terjadi melalui suatu sistem atau metode apa pun. Tidak ada kesedihan, bila ada persepsi akan apa adanya.
~ J Krishnamurti
Buku Kehidupan: Kesedihan
23 Juli
sumber : wall di facebook pak Hudoyo Hupudio
Friday, May 30, 2014
Tas Slempang dari Celana Bekas
Ide-nya dari tas punggung.
Berbeda di tali dan penutup-nya saja.
Ngomong2 tentang penutup (=resleting), masang-nya ketinggian ya. Nongol gitu :).
Friday, May 23, 2014
Bolu Coklat Kukus
Yak ditetapkan, bulan ini bulan per-camilan. Jadi mem-post yang ga penting2 gini.
Semalam, saya membuat bolu coklat kukus. Tidak sebehasil waktu membuat bolu ketan hitam, kali ini waktu dimakan berasa seret.
Mungkin takaran bahan-nya tidak pas (* timbangan di rumah, ada tanda-nya per 25 gram sedang bahan-nya ada yang memakai 15 gram, 20 gram, dan 60 gram. Jadi pakai aji kira2 *).
Dan, dan, dan.. ini penampakan-nya sesaat sebelum masuk mulut.
Berongga ya? Cari2 dan jawaban-nya adalah...
Kalau cake berongga, bisa karena proses pengadukan kurang sempurna atau pada saat mengocok langsung memakai speed tinggi sehingga banyak udara terperangkap dalam adonan
(sumber : cake mulus)
O iya, nemu ini tips praktis membuat cake. Owkeh, jadi harus banyak berlatih ya.. :).
Semalam, saya membuat bolu coklat kukus. Tidak sebehasil waktu membuat bolu ketan hitam, kali ini waktu dimakan berasa seret.
Mungkin takaran bahan-nya tidak pas (* timbangan di rumah, ada tanda-nya per 25 gram sedang bahan-nya ada yang memakai 15 gram, 20 gram, dan 60 gram. Jadi pakai aji kira2 *).
Dan, dan, dan.. ini penampakan-nya sesaat sebelum masuk mulut.
Berongga ya? Cari2 dan jawaban-nya adalah...
Kalau cake berongga, bisa karena proses pengadukan kurang sempurna atau pada saat mengocok langsung memakai speed tinggi sehingga banyak udara terperangkap dalam adonan
(sumber : cake mulus)
O iya, nemu ini tips praktis membuat cake. Owkeh, jadi harus banyak berlatih ya.. :).
Monday, May 19, 2014
Carang Gesing
Waktu ngeliat saya nge-kristik, ada yang komentar..
"Wah telaten banget. Nyerah d. Enakan bikin makanan mbak. Begitu buat langsung bisa dinikmati. Cepet, ga pake lama".
Hehe, emang iya sih.
Wednesday, May 14, 2014
Klepon Ubi
Gawat, saya ketagihan per-kue-an :D.
Dengan alasan menghabiskan tepung ketan, tereksekusi-lah klepon ini.
Belum sempurna, masih lengket. Entah kurang atau kebanyakan air.
Rasa sih jangan ditanya. Wong makan ubi aja enak apalagi ini ditambah tepung ketan dan tengahnya dikasih gula. Ya uenak, walo tanpa parutan kelapa (*lupa ga beli*)
Dengan alasan menghabiskan tepung ketan, tereksekusi-lah klepon ini.
Belum sempurna, masih lengket. Entah kurang atau kebanyakan air.
Rasa sih jangan ditanya. Wong makan ubi aja enak apalagi ini ditambah tepung ketan dan tengahnya dikasih gula. Ya uenak, walo tanpa parutan kelapa (*lupa ga beli*)
Friday, May 02, 2014
Bolu Kukus Ketan
Sejak minggu lalu, saya ngidam membuat bolu. Bukan makan tapi membuat. Membuat yang sesehat mungkin. Untuk antisipasi saat saya ngiler, ngiler se-ngiler2-nya untuk memakan-nya. Ya, gimana-pun makanan itu candu. Apalagi kalau dulu pernah memakan dan menyukai-nya.
Y wis, saya pun cari sana sini dan membeli-lah buku Cake Enak Sehat Alami.
Kemarin, mempraktek-kan dari adonan dasar, dengan campuran tepung ketan hitam dan ketan putih tanpa keju dan ditambahi sedikit garam. Perkiraan saya jadi-nya besar, ternyata segini...
Normal tidak-nya saya tidak tahu, wong baru pertama kali membuat bolu :).
Y wis, saya pun cari sana sini dan membeli-lah buku Cake Enak Sehat Alami.
Kemarin, mempraktek-kan dari adonan dasar, dengan campuran tepung ketan hitam dan ketan putih tanpa keju dan ditambahi sedikit garam. Perkiraan saya jadi-nya besar, ternyata segini...
Normal tidak-nya saya tidak tahu, wong baru pertama kali membuat bolu :).
Tuesday, April 15, 2014
Punch Needle #1
Yang termudah dibanding kristik, renda, rajut, sulam, dan jahit.
Percobaan pertama, eh kedua. Sebelum-nya tanpa pembidangan, dan ga kebentuk.
Bahan : kain blacu dan benang sulam 3 helai
Cara : jelujur membentuk huruf A (karena tidak punya bolpen untuk kain) dan penuhi dengan tusukan2 yang berdekatan (kalau renggang, jelek). Setelah itu pasang kancing sebagai pemanis.
Percobaan pertama, eh kedua. Sebelum-nya tanpa pembidangan, dan ga kebentuk.
Bahan : kain blacu dan benang sulam 3 helai
Cara : jelujur membentuk huruf A (karena tidak punya bolpen untuk kain) dan penuhi dengan tusukan2 yang berdekatan (kalau renggang, jelek). Setelah itu pasang kancing sebagai pemanis.
Tuesday, April 08, 2014
Wednesday, April 02, 2014
Hipokuku
Hipokuku, layanan pembelian pulsa secara online, akan melengkapi pelayanan untuk berbagai pembayaran tentu dengan kemudahan-nya.
Monggo di intip http://www.hipokuku.com/?ref=12
Monday, March 24, 2014
Tas Punggung
Bahan : celana panjang yang sudah tidak terpakai
Ukuran : 24 (p) x 14 (l) x 26 (t)
Status : belum selesai, tali belum dijahit + belum diberi daleman
Ide : tutorial di salah satu blog perjahitan
Lihat tutorial di sana dan di sini, bener2 ngiler. Kebetulan tas sudah sobek di bagian tali-nya, mau membeli kok ga rela wong bisa buat :D. Dan jeng2 muncullah tas ini.
Tuesday, March 18, 2014
Tujuan Hidup dan Peran dalam Hidup
Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Mateus 6:33)
Kalau ada orang datang kepada Anda dan bertanya, “Apa tujuan hidup Anda sekarang ini?”, jawaban apa yang mau Anda berikan? Barangkali Anda akan mengatakan seperti berikut ini. Bila Anda seorang mahasiswa, Anda mungkin mengatakan, “Tujuan hidup saya sekarang adalah belajar agar bisa menyelesaikan sekolah saya pada waktunya.” Bila Anda seorang pekerja, Anda bisa mengatakan, “Aku akan bekerja sekuat tenaga untuk mencapai target pencapaianku dalam bisnis yang aku jalankan.” Bila Anda seorang ayah atau ibu, Anda mungkin mengatakan, “Tujuan hidup saya sekarang adalah membiayai dan mendampingi anak-anak sampai mereka dewasa dan mandiri.” Bila Anda sudah pensiun, Anda mungkin mengatakan, “Kini saya mau terlibat aktif dalam kegiatan social untuk pemberdayaan.” Bila Anda sudah berusia tua, Anda mungkin mengatakan, “Saya mengisi waktu sisa hidup saya dengan membaca buku-buku spiritual dan melakukan aktifitas fisik selama tubuh ini masih bisa dipakai untuk hidup hingga kematian menjemput saya.”
Apakah jawaban tersebut merupakan tujuan hidup yang benar? Tidak. Itu semua bukan tujuan hidup, melainkan peran yang Anda mainkan dalam hidup. Kita sering kali mencampuradukkan keduanya.
Kita semua memiliki banyak peran dalam hidup. Ada peran kakak atau adik, suami atau isteri, anak atau orang tua, murid atau guru, buruh atau majikan, warga biasa atau pemimpin bangsa, pebisnis atau politisi, pengacara, dokter, peneliti, seniman, dst. Namun hidup itu sendiri lebih dari daripada peran-peran yang kita mainkan.
Kalau kita mengidentikkan hidup dengan peran yang kita mainkan, maka makna hidup hanya dibatasi oleh fungsi dari peran-peran kita. Kalau kita tidak lagi memiliki banyak peran–karena alasan sakit, usia tua, tidak cukup memiliki keahlian spesifik, atau menjadi korban intrik politik—kita akan mudah merasa kehilangan makna hidup. Atau sebaliknya, kalau kita sedang berada di puncak karier, dengan peran yang bagus, kita akan mudah lupa daratan. Cepat atau lambat, penyimpangan-penyimpangan akan mudah terjadi dan itu justru akan membahayakan keberlangsungan dari peran yang kita mainkan, selain makin menjauhkan kita dari tujuan hidup yang sesungguhnya.
Lalu apa tujuan hidup yang sesungguhnya? Tujuan hidup pertama-tama adalah menemukan dan mengalami siapa Anda sebagaimana Anda yang sesungguhnya. Ketika ego atau ilusi diri berakhir, Anda adalah Kedamaian, Kekuatan, dan Kebahagiaan; Anda adalah Kemurnian, Keseimbangan, Cinta dan Kebenaran. Ketika ego atau ilusi diri berakhir, muncullah Kecerdasan melampaui intelek, Yang Tak-Terukur, Yang Mahaluas, Yang Tak-Diketahui.
Perjalanan hidup kita memiliki dua dimensi: perjalanan keluar dan perjalanan kedalam. Perjalanan keluar berkaitan dengan peran-peran yang kita mainkan dalam hidup. Sedangkan perjalanan kedalam berhubungan dengan pencarian hakekat kita yang sesungguhnya dan perjumpaan dengan Yang Tak-Diketahui. Perjalanan keluar berakhir ketika telah sampai pada pencapaian akhir di masa datang; perjalanan kedalam bermula dan berakhir di Saat Sekarang.
Persoalannya, Kedamaian dan Kebahagiaan sebagai tujuan hidup sering kali ditempatkan jauh di luar, di masa depan, berkaitan dengan pencapaian-pencapaian peran yang kita lakukan. Sudah biasa kita mendengar orang mengatakan seperti ini. “Saya belum akan bahagia kalau belum bertemu dengan seseorang yang mau menikah dengan saya.” “Saya belum akan merasa tenang kalau saya belum memperoleh pendapatan tetap dalam jumlah tertentu setiap bulan.” “Saya belum akan merasa bahagia kalau anak-anak belum mentas dan menikah.” “Saya belum akan merasa bahagia kalau saya belum bisa mencapai target dalam bisnis yang saya lakukan.” “Saya tidak bahagia kalau orang lain menolak ide-ide saya.”
Apa yang terjadi bila kita mengejar kedamaian dan kebahagiaan berkaitan dengan terpenuhinya keinginan atau tercapainya hasil sesuai rencana-rencana yang sudah disiapkan? Pada masa sekarang kita bergulat untuk mengejar hasil disertai berbagai kepedihan. Sebaliknya, kalau kita menemukan Kedamaian dan Kebahagiaan sebagai tujuan hidup pada Saat Sekarang, maka kita akan bisa melakukan perjalanan ke luar dari moment ke moment dalam Damai, bebas kepedihan.
Kalau Anda sekarang sudah mencapai tujuan batiniah Anda, Damai dan Bahagia, kalaupun Anda menikah, misalnya, perkawinan Anda juga akan diwarnai oleh Damai dan Bahagia. Sebaliknya, kalau Anda tidak pernah merasa Damai dan Bahagia dalam hidup, berapa kalipun Anda menikah, Anda juga tidak mungkin menemukan Kedamaian dan Kebahagiaan. Jadi perkawinan Anda tidak menentukan kualitas batin Anda, tetapi kualitas batin Andalah yang menentukan perkawinan Anda.
Bisakah kita merealisasikan tujuan hidup kita sekarang juga? Bila ego atau ilusi diri berakhir, “Anda adalah Kedamaian dan Kebahagiaan.” Realisasi Kedamaian dan Kebahagiaan tidak ditentukan oleh kehadiran orang-orang yang mencintai Anda atau situasi-situasi di luar. Pencapaian batiniah Anda ditentukan oleh kualitas batin Anda. Semakin sering Anda melepaskan ego atau ilusi diri, semakin sering Anda sampai pada tujuan batiniah Anda.
Begitu Anda sampai kepada tujuan batiniah itu sekarang, segala sesuatu yang lain berkaitan dengan pencapaian-pencapaian lahiriah akan mengikuti. Seperti apa keadaan hidup Anda sekarang? Terdapat empat kemungkinan. Pertama, Anda tidak damai dan tidak bahagia, sekaligus tidak sukses dalam ukuran lahiriah. Kedua, Anda tidak damai dan tidak bahagia, tetapi Anda sukses secara lahiriah. Ketiga, Anda damai dan bahagia, tetapi Anda tidak sukses secara lahiriah. Keempat, Anda damai dan bahagia, sekaligus Anda sukses secara lahiriah.
Keadaan hidup Anda bisa berubah-ubah, tetapi hukum kehidupan hanya berjalan pada satu arah. Begitu tujuan batiniah tercapai, segala sesuatu yang lain akan mengikuti. Bukan sebaliknya, bahwa pencapaian batiniah mengikuti pencapaian lahiriah.
Apa fungsi dari peran-peran yang kita jalankan?
Pertama, peran-peran yang kita jalankan berfungsi untuk mencapai tujuan lahiriah di masa depan.
Sebagai seorang pelajar, Anda belajar rajin supaya kelak Anda mendapatkan pekerjaan yang baik. Sebagai seorang ibu atau ayah, Anda bekerjasama untuk mendampingi dan mendidik anak agar anak menjadi dewasa dan mandiri. Sebagai buruh, Anda bekerja untuk memajukan perusahaan Anda dan Anda mendapatkan penghasilan untuk kesejahteraan keluarga.
Berganti-ganti peran adalah hal yang biasa untuk mendapatkan tujuan lahiriah yang lebih memuaskan. Kalau Anda tidak puas dengan penghasilan yang sekarang, Anda bisa berupaya untuk meningkatkan keahlian teknis sehingga Anda bisa menjalankan peran yang mendatangkan penghasilan lebih memuaskan. Kalau tidak puas dengan pasangan hidup, Anda bisa berganti pasangan supaya tujuan lahiriah Anda lebih terpuaskan.
Kedua, peran-peran yang kita jalankan dalam hidup bukan hanya untuk mencapai tujuan lahiriah, tetapi juga dan terutama untuk menolong kita merealisasikan tujuan batiniah.
Kekuatan kehidupan seringkali membuat kita berganti-ganti peran supaya akhirnya kita bisa mencapai tujuan batiniah. Kisah seorang anak muda berusia 40-an tahun berikut dihadirkan sekedar sebagai ilustrasi. Sejak kecil anak muda ini sudah tidak cocok dengan ayahnya. Dalam sesi regresi masa lampau (past life regression), ia menemukan bahwa dulu ia dan ayahnya pernah hidup bersama dalam satu keluarga. Bedanya, dulu ia menjadi bapaknya dan ayahnya yang sekarang menjadi anaknya. Dalam kehidupan sebelumya, dirinya tampil sebagai seorang bapak yang otoriter dan kasar. Konflik antara anak dan bapak tidak diselesaikan hingga kematian datang dan dalam kehidupan sekarang memori konflik dalam kesadaran terpendam tersebut masih tetap ada. Penemuan tersebut membuat ia termotivasi untuk memahami dan menyelesaikan konflik-konflik dengan ayahnya dan mencapai tujuan batiniah dalam kehidupan sekarang.
Seringkali kekuatan kehidupan membuat Anda berganti-ganti peran agar Anda lebih menyadari dan mencapai tujuan batiniah Anda. Misalnya, dulu Anda pernah bekerja sebagai buruh kasar; sekarang Anda menjadi pemilik dari suatu perusahaan. Suatu saat bisa saja perusahaan Anda bangkrut total dan Anda kembali menjadi buruh. Suatu saat Anda berperan sebagai seorang suami atau isteri; suatu saat yang lain Anda bisa berperan sebagai janda atau duda cerai. Peran sebagai buruh atau majikan, suami atau isteri, janda atau duda cerai dalam hal ini memiliki nilai yang sama, yaitu untuk menolong Anda merealisasikan tujuan batiniah Anda.
Ketiga, peran-peran lahiriah juga menjadi ekspresi dari pencapaian-pencapaian batiniah. Bila kita sudah mencapai tujuan batiniah, maka kita bisa membagikan apa yang kita temukan melalui peran-peran yang kita mainkan.
Berapa banyak peran Anda miliki dalam hidup Anda sekarang? Kalau Anda setiap hari pergi ke tempat kerja, begitu Anda masuk pelataran kantor, Anda akan bertemu dengan satpam. Ketika Anda masuk ke loby, Anda bertemu dengan resepsionist. Dalam perjalanan ke ruang kerja Anda, barangkali Anda bertemu dengan rekan kerja Anda. Begitu sampai di ruang kerja, Anda bisa jadi dipanggil direktur perusahaan. Beberapa menit kemudian, Anda dipanggil pemilik dari perusahaan tempat Anda bekerja. Jadi dalam 10 menit, Anda sudah memainkan sekitar 5 peran yang berbeda-beda. Jadi, ada banyak peran yang kita mainkan setiap harinya sepanjang kita hidup.
Bagaimana Anda menjalankan peran-peran Anda? Apakah Anda berhubungan dengan setiap orang yang Anda jumpai hanya sebatas aktor-aktor yang memainkan peran masing-masing demi suatu tujuan lahiriah di masa depan? Ataukah Anda berhubungan sebagai manusia yang saling belajar merealisasikan tujuan batiniah dan saling membagikan apa yang Anda temukan melalui peran-peran Anda? Kalau Anda menempatkan perjumpaan dengan setiap orang hanya sebagai alat untuk mengejar tujuan lahiriah, maka kekuatan kehidupan telah Anda persempit menjadi kekuatan yang terbatas dalam bentuk uang, status, popularitas, penampilan fisik, kekuasaan, keahlian teknis. Model itu, sekalipun mendatangkan sukses atau kepuasan lahiriah, tidak mendatangkan kepenuhan dan keindahan batiniah. Sebaliknya, kalau Anda menemukan tujuan hidup Anda dan membagikannya dalam setiap perjumpaan Anda, maka Anda telah membiarkan kekuatan kehidupan bekerja secara alamiah dan mendatangkan hasil dan kebaikan pada saatnya.
Perjalanan lahiriah Anda akan terdiri dari jutaan langkah; tetapi perjalanan batiniah Anda hanya terdiri dari satu langkah. Kedamaian musti menjadi langkah pertama sekaligus langkah terakhir. (js)
sumber : Tujuan Hidup dan Peran dalam Hidup, Romo J. Sudrijanta
sumber : Tujuan Hidup dan Peran dalam Hidup, Romo J. Sudrijanta
Tuesday, March 11, 2014
Bakal Dompet Dolar
Karena bulet2 jadi dinamakan dolar. Entahlah, alasan-nya apa.. mau cari di google kok males, apa mungkin dulu dolar hanya ada receh ya?
Monday, February 24, 2014
Sulaman #1
Jumat malem, saya membeli pembidangan. Dan seperti biasa, klo punya sesuatu yang baru selalu gatel untuk memakai/mencoba-nya. Ini dia hasilnya..
nb : karena asal menyulam jadi ya ga jelas mau-nya membuat apa :)
nb : karena asal menyulam jadi ya ga jelas mau-nya membuat apa :)
Monday, February 17, 2014
Friday, February 07, 2014
Menumis Dengan Air
Beberapa waktu yang lalu, saya menumis caisim(sawi hijau) dicampur udang dengan menggunakan air tanpa minyak sama sekali. Bukan karena ga ada minyak, bukan pula alergi dengan minyak, hanya ingin mencoba saja.
Memasak-nya seperti biasa, hanya mengganti minyak dengan air. Rasa-nya enak tuh. Wah, wah.. begitu takjub dan mengira sayalah penemu-nya. Untuk membuktikan, saya melakukan pencarian di google. Dan ternyata sudah umum to :D.
Yuk, mari beruji coba menumis dengan air.
Dari semua masakan, saya kok paling penasaran dengan balado terong ya. Klo dibayangkan sih, akan berbeda dan tetap lebih enak klo pake minyak. Hm, ...
Memasak-nya seperti biasa, hanya mengganti minyak dengan air. Rasa-nya enak tuh. Wah, wah.. begitu takjub dan mengira sayalah penemu-nya. Untuk membuktikan, saya melakukan pencarian di google. Dan ternyata sudah umum to :D.
Yuk, mari beruji coba menumis dengan air.
Dari semua masakan, saya kok paling penasaran dengan balado terong ya. Klo dibayangkan sih, akan berbeda dan tetap lebih enak klo pake minyak. Hm, ...
Thursday, January 30, 2014
Aku Menangis
Malam ini, aku menangis
Air mata mengucur deras.
Apa yang kutangisi?
Perpisahan ini-kah?
Atau kata2 tangisan yang terucap?
Sepertinya dua2-nya.
Bukankah air mata itu menular?
Dan bukankah dalam setiap perpisahan, sesiap apapun masih terselip ketidakrelaan di dalamnya?
Ya, ya, apapun itu, biarlah air mata ini mengalir sampai mengering.
Air mata mengucur deras.
Apa yang kutangisi?
Perpisahan ini-kah?
Atau kata2 tangisan yang terucap?
Sepertinya dua2-nya.
Bukankah air mata itu menular?
Dan bukankah dalam setiap perpisahan, sesiap apapun masih terselip ketidakrelaan di dalamnya?
Ya, ya, apapun itu, biarlah air mata ini mengalir sampai mengering.
Friday, January 24, 2014
MENGAMATI DARI BATIN YANG HENING
Oleh: J. Krishnamurti
Untuk menemukan apa artinya mencinta, bukankah orang harus bebas dari kemilikan, kelekatan, kecemburuan, kemarahan, kebencian, kecemasan, ketakutan? Bebas dari kelekatan--marilah kita ambil itu untuk sementara. Ketika Anda melekat, apakah yang Anda lekati? Misalkan, kita melekat pada meja ini, apakah yang tersirat dalam kelekatan itu? Kesenangan, rasa memiliki, menghargai kegunaannya, merasa bahwa itu meja yang bagus, dan sebagainya.
Bila seorang manusia melekat kepada orang lain, apakah yang terjadi? Bila orang melekat kepada Anda, apakah perasaan orang lain yang melekat kepada Anda itu? Di dalam kelekatan itu terdapat kebanggaan memiliki, rasa mendominasi, takut kehilangan orang itu, dengan demikian terdapat kecemburuan, dan dengan demikian kelekatan lebih besar, kemilikan lebih besar, kecemasan.
Nah, bila tidak ada kelekatan, apakah itu berarti tidak ada cinta, tidak ada tanggung jawab? Bagi kebanyakan dari kita, cinta berarti konflik yang buruk di antara manusia, dan dengan demikian hubungan menjadi kecemasan abadi. Anda tahu semua ini, saya tidak perlu memberitahu Anda. Itulah yang kita namakan cinta.
Dan untuk lari dari ketegangan yang buruk dari apa yang kita namakan cinta, kita mempunyai segala macam hiburan--dari televisi sampai agama. Kita bertengkar, lalu pergi ke gereja, atau ke kuil, dan setelah pulang kita mulai lagi. Ini berlangsung sepanjang waktu.
Bisakah orang bebas dari semua ini, ataukah itu mustahil? Jika mustahil, maka kehidupan kita adalah kecemasan abadi, dan dari situ muncullah segala macam sikap, kepercayaan, dan tindakan yang neurotik. Mungkinkah untuk bebas dari kelekatan? Itu menyangkut banyak hal. Mungkinkah bagi manusia untuk bebas dari kelekatan namun tetap merasa bertanggung-jawab?
Nah, bebas dari kelekatan (attachment) tidak berarti kebalikannya, kelepasan (detachment). Sangat penting untuk memahami ini. Bila kita melekat, kita tahu kepedihan dari kelekatan, kecemasannya, dan kita berkata, "Ya Tuhan, saya harus melepaskan diri dari semua kengerian ini." Jadi mulailah pergulatan untuk lepas, mulailah konflik.
Jika Anda sadar akan kata dan faktanya--kata 'kelekatan' dan kebebasan dari kata itu, yang adalah perasaannya--maka Anda mengamati perasaan itu tanpa penilaian apa pun. Maka Anda akan melihat bahwa dari pengamatan total itu terdapat suatu gerakan yang lain sekali, yang bukan kelekatan, bukan pula kelepasan. Apakah Anda melakukannya sementara kita berbicara, ataukah Anda sekadar menyimak sejumlah besar kata-kata?
Anda melekat erat-erat kepada sebuah rumah, kepada suatu kepercayaan, kepada suatu prasangka, kepada suatu kesimpulan, kepada seseorang, kepada suatu idaman. Kelekatan memberikan rasa aman yang besar, yang adalah ilusi, bukan? Melekat kepada sesuatu adalah ilusi, oleh karena sesuatu itu mungkin pergi. Jadi, yang Anda lekati adalah citra yang Anda buat tentang hal itu. Dapatkah Anda bebas dari kelekatan sehingga ada tanggung jawab yang bukan kewajiban?
Lalu, apakah cinta bila tidak ada kelekatan? Jika Anda melekat kepada suatu kebangsaan, Anda memuja isolasi dari kebangsaan, yang adalah sejenis kesukuan yang diagungkan. Apa akibatnya? Itu memisahkan, bukan? Jika saya amat melekat kepada kebangsaan saya sebagai seorang Hindu, dan Anda melekat kepada Jerman, Prancis, Italia, Inggris, maka kita terpisah--dan ada perang, dengan segala kerumitannya. Nah, jika tidak ada kelekatan, apakah yang terjadi? Apakah itu cinta?
Jadi kelekatan bersifat memisahkan. Saya melekat kepada kepercayaanku, dan Anda melekat kepada kepercayaan Anda, dengan demikian terdapat pemisahan. Lihatlah saja konsekuensinya, implikasinya. Bila ada kelekatan, ada pemisahan, dan dengan demikian ada konflik. Di mana ada konflik, tidak mungkin ada cinta.
Dan apakah hubungan antara satu orang dan orang lain bila ada kebebasan dari kelekatan beserta segala implikasinya? Apakah itu awal--saya sekadar menggunakan kata itu, 'awal’, jangan mengritiknya--apakah itu awal dari welas asih? Bila tidak ada kebangsaan dan tidak ada kelekatan kepada kepercayaan apa pun, kepada kesimpulan apa pun, kepada idaman apa pun, maka seorang manusia adalah manusia yang bebas, dan hubungannya dengan orang lain datang dari kebebasan itu, datang dari cinta, datang dari welas asih.
Semua ini adalah bagian dari kesadaran (awareness). Nah, perlukah Anda menganalisis seperti yang kita lakukan untuk melihat makna dari kelekatan, beserta segala implikasinya, atau dapatkah Anda mengamati totalitasnya dengan seketika, baru menganalisis kemudian? Bukan sebaliknya.
Kita terbiasa dengan analisis, bagian dari pendidikan kita adalah menganalisis, dan dengan demikian kita menghabiskan banyak waktu untuk itu. Kita menyarankan sesuatu yang lain sekali: mengamati, melihat totalitas, baru menganalisis. Lalu itu menjadi sangat sederhana.
Tetapi jika Anda menganalisis dan mencoba untuk mencapai totalitas, Anda mungkin keliru; biasanya Anda keliru. Tetapi mengamati totalitas dari sesuatu, yang berarti tanpa arah, maka analisis menjadi penting atau tidak penting, Anda boleh menganalisis atau tidak.
Nah, sekarang saya ingin memasuki suatu hal lain dari sini. Adakah sesuatu yang suci di dalam hidup, yang adalah bagian dari semua ini? Adakah sesuatu yang suci dalam hidup Anda? Buanglah kata itu, pisahkan kata, citra, simbol--yang sangat berbahaya--dan bila Anda lakukan itu, bertanyalah kepada diri sendiri, "Adakah sesuatu yang sungguh-sungguh suci dalam hidupku, ataukah segala sesuatu dangkal, segala sesuatu dibentuk oleh pikiran?"
Pikiran tidak suci, bukan? Apakah Anda berpendapat bahwa pikiran dan semua yang dibentuk oleh pikiran itu suci? Kita telah terkondisikan untuk itu; sebagai seorang Hindu, seorang Buddhis, seorang Kristen, kita terkondisi untuk memuja, menjunjung tinggi, berdoa kepada hal-hal yang dibentuk oleh pikiran. Dan itu kita namakan suci.
Kita harus menemukan, oleh karena jika Anda tidak menemukan apakah ada sesuatu yang sungguh-sungguh suci yang tidak dibentuk oleh pikiran, maka hidup menjadi semakin dangkal, semakin mekanis, dan akhir dari hidup kita sama sekali tak bermakna.
Kita begitu melekat kepada berpikir dan seluruh proses berpikir, dan kita memuja hal-hal yang dibentuk oleh pikiran. Suatu citra, suatu simbol, suatu pahatan, entah dibuat dengan tangan entah dengan pikiran, adalah proses pikiran.
Dan pikiran adalah ingatan, pengalaman, pengetahuan, yang adalah masa lampau. Dan masa lampau menjadi tradisi, dan tradisi menjadi hal yang paling suci. Jadi apakah kita memuja tradisi? Adakah sesuatu yang tak ada kaitannya dengan pikiran dan tradisi, dengan ritual, dengan seluruh sirkus yang tengah berlangsung ini?
Kita harus temukan. Bagaimana Anda menemukan? Bukan sebuah metode; bila saya menggunakan kata 'bagaimana’, saya tidak menyiratkan suatu metode. Adakah sesuatu yang suci dalam hidup?
Ada sekelompok besar orang yang berkata, "Sama sekali tidak ada apa-apa. Anda adalah hasil dari lingkungan, dan Anda dapat mengubah lingkungan, jadi jangan bicara tentang sesuatu yang suci. Anda akan menjadi seorang individu yang mekanis dan berbahagia."
Tetapi, jika kita sangat, sangat serius tentang hal ini--dan kita harus sungguh-sungguh secara mendalam serius--Anda tidak masuk dalam suatu kelompok materialis atau kelompok religius, yang juga berdasarkan pikiran. Maka Anda harus menemukan. Anda tidak membuat pernyataan apa-apa. Maka Anda mulai menyelidik.
Nah, apa artinya menyelidik ke dalam diri sendiri untuk menemukan apakah ada sesuatu yang suci secara mendalam dalam kehidupan kita--dalam kehidupan, bukan 'kehidupan kita'--dalam hidup? Adakah sesuatu yang secara menakjubkan, tertinggi, suci? Ataukah tidak ada apa-apa sama sekali?
Perlu untuk memiliki batin yang amat hening, oleh karena hanya di dalam kebebasan itu Anda bisa menemukan. Harus ada kebebasan memandang, tetapi jika Anda berkata, "Yah, saya suka akan kepercayaanku, saya akan berpegang pada itu," Anda tidak bebas.
Atau jika Anda berkata, "Segala sesuatu adalah materialistik," yang adalah gerakan pikiran, maka Anda juga tidak bebas. Jadi untuk mengamati harus ada kebebasan dari paksaan oleh peradaban, keinginan pribadi, harapan pribadi, prasangka, dambaan, ketakutan.
Anda hanya bisa mengamati bila batin hening sempurna. Bisakah batin berada sepenuhnya tanpa tindakan? Oleh karena jika ada gerakan, ada distorsi. Kita menemukan bahwa itu sulit sekali, oleh karena pikiran segera masuk; jadi kita berkata, "Saya harus mengendalikan pikiran."
Tetapi si pengendali adalah yang dikendalikan. Bila Anda melihat itu, bahwa si pemikir adalah pikiran, si pengendali adalah yang dikendalikan, si pengamat adalah yang diamati, maka tidak ada gerakan.
Kita menyadari bahwa marah adalah bagian dari si pengamat yang berkata, "Saya marah," sehingga marah dan si pengamat adalah sama. Itu jelas dan sederhana. Secara itu pula, si pemikir yang ingin mengendalikan pikiran masih pikiran juga. Bila kita menyadari itu, maka gerakan pikiran berhenti.
Bila tidak ada gerakan apa pun di dalam batin, maka secara alami batin hening, tanpa upaya, tanpa paksaan, tanpa kehendak. Ia hening secara alami; itu bukan keheningan yang dipupuk oleh karena yang itu cuma mekanis, yang bukan keheningan melainkan hanyalah ilusi keheningan.
Jadi ada kebebasan. Kebebasan menyiratkan semua yang telah kita bicarakan, dan dalam kebebasan itu terdapat keheningan, yang berarti tiada gerakan. Maka Anda dapat mengamati--maka ada pengamatan; maka hanya ada pengamatan, tiada si pengamat yang mengamati. Jadi hanya ada pengamatan yang datang dari keheningan total, keheningan batin sepenuhnya. Lalu, apakah yang terjadi?
Jika Anda telah melangkah sejauh itu--yang adalah kebebasan dari keterkondisian kita, dan dengan demikian tiada gerakan, dan hanya keheningan, diam sempurna--maka kecerdasan pun bekerja, bukan?
Melihat hakekat kelekatan, beserta seluruh implikasinya, tercerahkan terhadap semua itu, adalah kecerdasan. Hanya bila Anda sudah sampai ke titik itu, yang berarti bebas, disertai bekerjanya kecerdasan, Anda memiliki batin yang hening, sehat dan waras. Dan di dalam keheningan itu Anda akan menemukan apakah ada sesuatu yang sungguh-sungguh suci, atau tidak ada apa-apa sama sekali.
["Observing from a Quiet Mind" from the public dialogue at Saanen on 1 August 1976 © 1976/1998 Krishnamurti Foundation Trust, Ltd.]
["Mengamati dari Batin yang Hening" adalah bab ke-13 dari buku Krishnamurti, This Light in Oneself: True Meditation, Copyright © 1999 Krishnamurti Foundation Trust, Ltd. ]
Sumber : di wall facebook pak Hudoyo Hupudio
Untuk menemukan apa artinya mencinta, bukankah orang harus bebas dari kemilikan, kelekatan, kecemburuan, kemarahan, kebencian, kecemasan, ketakutan? Bebas dari kelekatan--marilah kita ambil itu untuk sementara. Ketika Anda melekat, apakah yang Anda lekati? Misalkan, kita melekat pada meja ini, apakah yang tersirat dalam kelekatan itu? Kesenangan, rasa memiliki, menghargai kegunaannya, merasa bahwa itu meja yang bagus, dan sebagainya.
Bila seorang manusia melekat kepada orang lain, apakah yang terjadi? Bila orang melekat kepada Anda, apakah perasaan orang lain yang melekat kepada Anda itu? Di dalam kelekatan itu terdapat kebanggaan memiliki, rasa mendominasi, takut kehilangan orang itu, dengan demikian terdapat kecemburuan, dan dengan demikian kelekatan lebih besar, kemilikan lebih besar, kecemasan.
Nah, bila tidak ada kelekatan, apakah itu berarti tidak ada cinta, tidak ada tanggung jawab? Bagi kebanyakan dari kita, cinta berarti konflik yang buruk di antara manusia, dan dengan demikian hubungan menjadi kecemasan abadi. Anda tahu semua ini, saya tidak perlu memberitahu Anda. Itulah yang kita namakan cinta.
Dan untuk lari dari ketegangan yang buruk dari apa yang kita namakan cinta, kita mempunyai segala macam hiburan--dari televisi sampai agama. Kita bertengkar, lalu pergi ke gereja, atau ke kuil, dan setelah pulang kita mulai lagi. Ini berlangsung sepanjang waktu.
Bisakah orang bebas dari semua ini, ataukah itu mustahil? Jika mustahil, maka kehidupan kita adalah kecemasan abadi, dan dari situ muncullah segala macam sikap, kepercayaan, dan tindakan yang neurotik. Mungkinkah untuk bebas dari kelekatan? Itu menyangkut banyak hal. Mungkinkah bagi manusia untuk bebas dari kelekatan namun tetap merasa bertanggung-jawab?
Nah, bebas dari kelekatan (attachment) tidak berarti kebalikannya, kelepasan (detachment). Sangat penting untuk memahami ini. Bila kita melekat, kita tahu kepedihan dari kelekatan, kecemasannya, dan kita berkata, "Ya Tuhan, saya harus melepaskan diri dari semua kengerian ini." Jadi mulailah pergulatan untuk lepas, mulailah konflik.
Jika Anda sadar akan kata dan faktanya--kata 'kelekatan' dan kebebasan dari kata itu, yang adalah perasaannya--maka Anda mengamati perasaan itu tanpa penilaian apa pun. Maka Anda akan melihat bahwa dari pengamatan total itu terdapat suatu gerakan yang lain sekali, yang bukan kelekatan, bukan pula kelepasan. Apakah Anda melakukannya sementara kita berbicara, ataukah Anda sekadar menyimak sejumlah besar kata-kata?
Anda melekat erat-erat kepada sebuah rumah, kepada suatu kepercayaan, kepada suatu prasangka, kepada suatu kesimpulan, kepada seseorang, kepada suatu idaman. Kelekatan memberikan rasa aman yang besar, yang adalah ilusi, bukan? Melekat kepada sesuatu adalah ilusi, oleh karena sesuatu itu mungkin pergi. Jadi, yang Anda lekati adalah citra yang Anda buat tentang hal itu. Dapatkah Anda bebas dari kelekatan sehingga ada tanggung jawab yang bukan kewajiban?
Lalu, apakah cinta bila tidak ada kelekatan? Jika Anda melekat kepada suatu kebangsaan, Anda memuja isolasi dari kebangsaan, yang adalah sejenis kesukuan yang diagungkan. Apa akibatnya? Itu memisahkan, bukan? Jika saya amat melekat kepada kebangsaan saya sebagai seorang Hindu, dan Anda melekat kepada Jerman, Prancis, Italia, Inggris, maka kita terpisah--dan ada perang, dengan segala kerumitannya. Nah, jika tidak ada kelekatan, apakah yang terjadi? Apakah itu cinta?
Jadi kelekatan bersifat memisahkan. Saya melekat kepada kepercayaanku, dan Anda melekat kepada kepercayaan Anda, dengan demikian terdapat pemisahan. Lihatlah saja konsekuensinya, implikasinya. Bila ada kelekatan, ada pemisahan, dan dengan demikian ada konflik. Di mana ada konflik, tidak mungkin ada cinta.
Dan apakah hubungan antara satu orang dan orang lain bila ada kebebasan dari kelekatan beserta segala implikasinya? Apakah itu awal--saya sekadar menggunakan kata itu, 'awal’, jangan mengritiknya--apakah itu awal dari welas asih? Bila tidak ada kebangsaan dan tidak ada kelekatan kepada kepercayaan apa pun, kepada kesimpulan apa pun, kepada idaman apa pun, maka seorang manusia adalah manusia yang bebas, dan hubungannya dengan orang lain datang dari kebebasan itu, datang dari cinta, datang dari welas asih.
Semua ini adalah bagian dari kesadaran (awareness). Nah, perlukah Anda menganalisis seperti yang kita lakukan untuk melihat makna dari kelekatan, beserta segala implikasinya, atau dapatkah Anda mengamati totalitasnya dengan seketika, baru menganalisis kemudian? Bukan sebaliknya.
Kita terbiasa dengan analisis, bagian dari pendidikan kita adalah menganalisis, dan dengan demikian kita menghabiskan banyak waktu untuk itu. Kita menyarankan sesuatu yang lain sekali: mengamati, melihat totalitas, baru menganalisis. Lalu itu menjadi sangat sederhana.
Tetapi jika Anda menganalisis dan mencoba untuk mencapai totalitas, Anda mungkin keliru; biasanya Anda keliru. Tetapi mengamati totalitas dari sesuatu, yang berarti tanpa arah, maka analisis menjadi penting atau tidak penting, Anda boleh menganalisis atau tidak.
Nah, sekarang saya ingin memasuki suatu hal lain dari sini. Adakah sesuatu yang suci di dalam hidup, yang adalah bagian dari semua ini? Adakah sesuatu yang suci dalam hidup Anda? Buanglah kata itu, pisahkan kata, citra, simbol--yang sangat berbahaya--dan bila Anda lakukan itu, bertanyalah kepada diri sendiri, "Adakah sesuatu yang sungguh-sungguh suci dalam hidupku, ataukah segala sesuatu dangkal, segala sesuatu dibentuk oleh pikiran?"
Pikiran tidak suci, bukan? Apakah Anda berpendapat bahwa pikiran dan semua yang dibentuk oleh pikiran itu suci? Kita telah terkondisikan untuk itu; sebagai seorang Hindu, seorang Buddhis, seorang Kristen, kita terkondisi untuk memuja, menjunjung tinggi, berdoa kepada hal-hal yang dibentuk oleh pikiran. Dan itu kita namakan suci.
Kita harus menemukan, oleh karena jika Anda tidak menemukan apakah ada sesuatu yang sungguh-sungguh suci yang tidak dibentuk oleh pikiran, maka hidup menjadi semakin dangkal, semakin mekanis, dan akhir dari hidup kita sama sekali tak bermakna.
Kita begitu melekat kepada berpikir dan seluruh proses berpikir, dan kita memuja hal-hal yang dibentuk oleh pikiran. Suatu citra, suatu simbol, suatu pahatan, entah dibuat dengan tangan entah dengan pikiran, adalah proses pikiran.
Dan pikiran adalah ingatan, pengalaman, pengetahuan, yang adalah masa lampau. Dan masa lampau menjadi tradisi, dan tradisi menjadi hal yang paling suci. Jadi apakah kita memuja tradisi? Adakah sesuatu yang tak ada kaitannya dengan pikiran dan tradisi, dengan ritual, dengan seluruh sirkus yang tengah berlangsung ini?
Kita harus temukan. Bagaimana Anda menemukan? Bukan sebuah metode; bila saya menggunakan kata 'bagaimana’, saya tidak menyiratkan suatu metode. Adakah sesuatu yang suci dalam hidup?
Ada sekelompok besar orang yang berkata, "Sama sekali tidak ada apa-apa. Anda adalah hasil dari lingkungan, dan Anda dapat mengubah lingkungan, jadi jangan bicara tentang sesuatu yang suci. Anda akan menjadi seorang individu yang mekanis dan berbahagia."
Tetapi, jika kita sangat, sangat serius tentang hal ini--dan kita harus sungguh-sungguh secara mendalam serius--Anda tidak masuk dalam suatu kelompok materialis atau kelompok religius, yang juga berdasarkan pikiran. Maka Anda harus menemukan. Anda tidak membuat pernyataan apa-apa. Maka Anda mulai menyelidik.
Nah, apa artinya menyelidik ke dalam diri sendiri untuk menemukan apakah ada sesuatu yang suci secara mendalam dalam kehidupan kita--dalam kehidupan, bukan 'kehidupan kita'--dalam hidup? Adakah sesuatu yang secara menakjubkan, tertinggi, suci? Ataukah tidak ada apa-apa sama sekali?
Perlu untuk memiliki batin yang amat hening, oleh karena hanya di dalam kebebasan itu Anda bisa menemukan. Harus ada kebebasan memandang, tetapi jika Anda berkata, "Yah, saya suka akan kepercayaanku, saya akan berpegang pada itu," Anda tidak bebas.
Atau jika Anda berkata, "Segala sesuatu adalah materialistik," yang adalah gerakan pikiran, maka Anda juga tidak bebas. Jadi untuk mengamati harus ada kebebasan dari paksaan oleh peradaban, keinginan pribadi, harapan pribadi, prasangka, dambaan, ketakutan.
Anda hanya bisa mengamati bila batin hening sempurna. Bisakah batin berada sepenuhnya tanpa tindakan? Oleh karena jika ada gerakan, ada distorsi. Kita menemukan bahwa itu sulit sekali, oleh karena pikiran segera masuk; jadi kita berkata, "Saya harus mengendalikan pikiran."
Tetapi si pengendali adalah yang dikendalikan. Bila Anda melihat itu, bahwa si pemikir adalah pikiran, si pengendali adalah yang dikendalikan, si pengamat adalah yang diamati, maka tidak ada gerakan.
Kita menyadari bahwa marah adalah bagian dari si pengamat yang berkata, "Saya marah," sehingga marah dan si pengamat adalah sama. Itu jelas dan sederhana. Secara itu pula, si pemikir yang ingin mengendalikan pikiran masih pikiran juga. Bila kita menyadari itu, maka gerakan pikiran berhenti.
Bila tidak ada gerakan apa pun di dalam batin, maka secara alami batin hening, tanpa upaya, tanpa paksaan, tanpa kehendak. Ia hening secara alami; itu bukan keheningan yang dipupuk oleh karena yang itu cuma mekanis, yang bukan keheningan melainkan hanyalah ilusi keheningan.
Jadi ada kebebasan. Kebebasan menyiratkan semua yang telah kita bicarakan, dan dalam kebebasan itu terdapat keheningan, yang berarti tiada gerakan. Maka Anda dapat mengamati--maka ada pengamatan; maka hanya ada pengamatan, tiada si pengamat yang mengamati. Jadi hanya ada pengamatan yang datang dari keheningan total, keheningan batin sepenuhnya. Lalu, apakah yang terjadi?
Jika Anda telah melangkah sejauh itu--yang adalah kebebasan dari keterkondisian kita, dan dengan demikian tiada gerakan, dan hanya keheningan, diam sempurna--maka kecerdasan pun bekerja, bukan?
Melihat hakekat kelekatan, beserta seluruh implikasinya, tercerahkan terhadap semua itu, adalah kecerdasan. Hanya bila Anda sudah sampai ke titik itu, yang berarti bebas, disertai bekerjanya kecerdasan, Anda memiliki batin yang hening, sehat dan waras. Dan di dalam keheningan itu Anda akan menemukan apakah ada sesuatu yang sungguh-sungguh suci, atau tidak ada apa-apa sama sekali.
["Observing from a Quiet Mind" from the public dialogue at Saanen on 1 August 1976 © 1976/1998 Krishnamurti Foundation Trust, Ltd.]
["Mengamati dari Batin yang Hening" adalah bab ke-13 dari buku Krishnamurti, This Light in Oneself: True Meditation, Copyright © 1999 Krishnamurti Foundation Trust, Ltd. ]
Sumber : di wall facebook pak Hudoyo Hupudio
Friday, January 17, 2014
AJARI SAYA BAGAIMANA CARA MENCINTA
PENANYA: Saya penuh kebencian. Mohon ajari saya bagaimana cara mencinta?
KRISHNAMURTI: Tidak seorang pun dapat mengajari Anda bagaimana cara mencinta. Jika manusia dapat diajar bagaimana cara mencinta, masalah dunia akan menjadi sangat sederhana, bukan? Jika kita bisa belajar bagaimana cara mencinta dari sebuah buku seperti kita belajar matematika, dunia ini akan mengagumkan; tidak akan ada kebencian, tiada pengisapan, tiada perang, tiada kesenjangan antara kaya dan miskin, dan kita semua akan sungguh-sungguh bersahabat satu sama lain.
Tetapi cinta tidaklah semudah itu didapat. Kita mudah membenci, dan kebencian menyatukan manusia dengan caranya: menciptakan segala macam khayalan, menghasilkan berbagai jenis kerjasama, seperti di dalam perang.
Tetapi cinta jauh lebih sulit. Anda tidak mungkin belajar bagaimana cara mencinta; tetapi yang dapat Anda lakukan adalah mengamati kebencian, dan dengan lembut mengesampingkannya. Jangan bertempur melawan kebencian, jangan berkata betapa mengerikan membeci orang, melainkan lihatlah kebencian seperti apa adanya dan biarkan ia terlepas sendiri; tepiskan ke samping, itu tidak penting. Yang penting adalah tidak membiarkan kebencian berakar dalam batin Anda. Pahamkah Anda? Batin Anda laksana tanah yang subur, dan asalkan ada cukup waktu, masalah apa pun yang muncul akan berakar seperti rumput liar, lalu Anda harus bersusah payah menyianginya. Tetapi jika Anda tidak memberi masalah itu waktu untuk berakar, maka ia tidak punya tempat untuk tumbuh dan ia akan layu. Jika Anda mendorong kebencian, memberinya waktu untuk berakar, tumbuh, menjadi matang, ia akan menjadi masalah yang besar. Tetapi jika setiap kali muncul kebencian Anda membiarkannya berlalu, maka Anda akan mendapati bahwa batin Anda menjadi sangat peka tanpa menjadi sentimental; dengan demikian ia akan mengenal cinta.
Batin dapat mengejar sensasi, keinginan, tetapi ia tidak dapat mengejar cinta. Cinta harus datang kepada batin. Dan, bila sekali cinta ada, ia tidak mempunyai pembagian sebagai cinta nafsu dan cinta ilahi: ia adalah cinta. Itulah yang luar biasa tentang cinta: ia satu-satunya sifat yang menghasilkan pemahaman total terhdap seluruh eksistensi.
~ J Krishnamurti, "Think on these things", pp 62-63
Sumber : komen pak Hudoyo Hupudio untuk salah satu pertanyaan di grup Titik Hening facebook
KRISHNAMURTI: Tidak seorang pun dapat mengajari Anda bagaimana cara mencinta. Jika manusia dapat diajar bagaimana cara mencinta, masalah dunia akan menjadi sangat sederhana, bukan? Jika kita bisa belajar bagaimana cara mencinta dari sebuah buku seperti kita belajar matematika, dunia ini akan mengagumkan; tidak akan ada kebencian, tiada pengisapan, tiada perang, tiada kesenjangan antara kaya dan miskin, dan kita semua akan sungguh-sungguh bersahabat satu sama lain.
Tetapi cinta tidaklah semudah itu didapat. Kita mudah membenci, dan kebencian menyatukan manusia dengan caranya: menciptakan segala macam khayalan, menghasilkan berbagai jenis kerjasama, seperti di dalam perang.
Tetapi cinta jauh lebih sulit. Anda tidak mungkin belajar bagaimana cara mencinta; tetapi yang dapat Anda lakukan adalah mengamati kebencian, dan dengan lembut mengesampingkannya. Jangan bertempur melawan kebencian, jangan berkata betapa mengerikan membeci orang, melainkan lihatlah kebencian seperti apa adanya dan biarkan ia terlepas sendiri; tepiskan ke samping, itu tidak penting. Yang penting adalah tidak membiarkan kebencian berakar dalam batin Anda. Pahamkah Anda? Batin Anda laksana tanah yang subur, dan asalkan ada cukup waktu, masalah apa pun yang muncul akan berakar seperti rumput liar, lalu Anda harus bersusah payah menyianginya. Tetapi jika Anda tidak memberi masalah itu waktu untuk berakar, maka ia tidak punya tempat untuk tumbuh dan ia akan layu. Jika Anda mendorong kebencian, memberinya waktu untuk berakar, tumbuh, menjadi matang, ia akan menjadi masalah yang besar. Tetapi jika setiap kali muncul kebencian Anda membiarkannya berlalu, maka Anda akan mendapati bahwa batin Anda menjadi sangat peka tanpa menjadi sentimental; dengan demikian ia akan mengenal cinta.
Batin dapat mengejar sensasi, keinginan, tetapi ia tidak dapat mengejar cinta. Cinta harus datang kepada batin. Dan, bila sekali cinta ada, ia tidak mempunyai pembagian sebagai cinta nafsu dan cinta ilahi: ia adalah cinta. Itulah yang luar biasa tentang cinta: ia satu-satunya sifat yang menghasilkan pemahaman total terhdap seluruh eksistensi.
~ J Krishnamurti, "Think on these things", pp 62-63
Sumber : komen pak Hudoyo Hupudio untuk salah satu pertanyaan di grup Titik Hening facebook
Sunday, January 12, 2014
Lagu Yang Membangkitkan Kenangan
Malam beberapa hari yang lalu, saya melihat2 hp. Menghapus semua pesan, dan menelusuri menu-nya satu per satu. Hp ini hp ke-2 yang saya miliki, Sony Ericson K618i. Seperti-nya dibeli tahun 2007 (foto paling lama bertanggal 7 April 2007). Saat tiba di daftar lagu, saya lihat satu persatu dan berhenti di lagu ini
Adakah Tempat di Hatimu
Adakah tempat di hatimu
Untuk mreka yang terluka
Yang mengharapkan uluran tanganMu
Sudikah kau menerima
Adakah waktu di hidupmu
Untuk melayani Tuhan
Menolong sesama yang menderita
Tak kenal kasih sayang
O sekaranglah saatnya
Kau merenungkan
Apa arti hidup ini
Kemana kau pergi pergi
Mengapa untuk hal dunia
Dirimu rela terikat
Tapi tak satu pun tempat tersedia
Untuk Sang Juru Selamat
Dulu, saya suka sekali. Di saat gundah gulana, lagu inilah yang menemani. Saya putar, ternyata biasa saja. Saya resapi kata2nya, biasa saja. Oh, ternyata kadar suka saya sudah berubah.
Siang 2 hari lalu, teman saya memutar lagu
Can't Take My Eyes Off You
Lagu ini mengingatkan saya ke film Conspiracy Theory. Salah satu dari 2 film yang saya tonton berulang-ulang. Dan beberapa kali menonton pun, saya tidak pernah tahu maksud-nya. Ironis ya. Tapi saya suka. Suka sekali film-nya. Masih dalam ingatan, lagu ini mengiringi Julia Roberts berlari di Excider Walking (*itu nama klo di Lejel :D) dan Mel Gibson memantau dari bawah.
Saya tidak tahu, bagaimana reaksi saya kalau menonton-nya lagi.
Bisa jadi berubah, karena tidak ada yang menjamin bahwa semua akan tetap sama. Malah semua akan selalu berubah.
Adakah Tempat di Hatimu
Adakah tempat di hatimu
Untuk mreka yang terluka
Yang mengharapkan uluran tanganMu
Sudikah kau menerima
Adakah waktu di hidupmu
Untuk melayani Tuhan
Menolong sesama yang menderita
Tak kenal kasih sayang
O sekaranglah saatnya
Kau merenungkan
Apa arti hidup ini
Kemana kau pergi pergi
Mengapa untuk hal dunia
Dirimu rela terikat
Tapi tak satu pun tempat tersedia
Untuk Sang Juru Selamat
Dulu, saya suka sekali. Di saat gundah gulana, lagu inilah yang menemani. Saya putar, ternyata biasa saja. Saya resapi kata2nya, biasa saja. Oh, ternyata kadar suka saya sudah berubah.
Siang 2 hari lalu, teman saya memutar lagu
Can't Take My Eyes Off You
You're just too good to be true
can't keep my eyes off you
you'd feel like heaven to touch
I wanna hold you so much
at long last love has arrived
and I thank God I'm alive
you're just too good to be true
can't take my eyes off of you
Pardon the way that I stare
there's nothing else to compare
the sight of you makes me weak
there are no words left to speak
but if you feel like I feel
please let me know that it's real
you're just too good to be true
can't take my eyes off of you
I love you baby, and if it's quite alright
I need you baby to warm the lonely nights
I love you baby, trust in me when I say
oh pretty baby, don't let me down, I pray
oh pretty baby, now that I've found you, stay
and let me love you, baby, let me love you...
You're just too good to be true
can't keep my eyes off of you
you'd feel like heaven to touch
I wanna hold you so much
at long last love has arrived
and I thank god I'm alive
you're just too good to be true
can't take my eyes off of you
I love you baby, and if it's quite alright
I need you baby to warm the lonely nights
I love you baby, trust in me when I say
oh pretty baby, don't let me down, I pray
oh pretty baby, now that I've found you, stay
and let me love you, baby, let me love you...
Lagu ini mengingatkan saya ke film Conspiracy Theory. Salah satu dari 2 film yang saya tonton berulang-ulang. Dan beberapa kali menonton pun, saya tidak pernah tahu maksud-nya. Ironis ya. Tapi saya suka. Suka sekali film-nya. Masih dalam ingatan, lagu ini mengiringi Julia Roberts berlari di Excider Walking (*itu nama klo di Lejel :D) dan Mel Gibson memantau dari bawah.
Saya tidak tahu, bagaimana reaksi saya kalau menonton-nya lagi.
Bisa jadi berubah, karena tidak ada yang menjamin bahwa semua akan tetap sama. Malah semua akan selalu berubah.
Friday, January 10, 2014
Masalah Kesehatan
Gara2 obrolan dengan teman
"Aku dong cuti-nya belum berkurang"
"Udah, ga usah sombong. Umur kita sama. Januari juga baru mulai"
"Iya juga ya. Sekarang ini klo gejala flu aja, udah ga bisa dipaksa kerja. "
Saya pernah melihat di salah satu web (*lupa dimana), yang menunjukkan grafik kesehatan. Bentuknya seperti kurva. Di mulai saat bayi, posisi-nya akan semakin naik mengikuti umur, dan akan mencapai titik tertinggi saat umur 20-an(*lupa tepatnya umur berapa), setelah itu akan kembali turun ke posisi saat bayi lagi.
Memang betul, seperti yang saya alami. Sejak terkena frozen shoulder, gampang sekali kesleo. Mengangkat beban dengan posisi yang salah, kesleo. Duduk terpepet di bus semalaman, kesleo. Hehe urat-nya seperti orang tua. Jadi jangan heran, klo saya selalu mempunyai persediaan thrombophop, feldene, dan counterpain. Penanganan saat kesleo? Hari pertama kedua, tempat yang sakit saya kompres dengan air es, kemudian dioles thrombophop dan feldene. Hari ke-3 dst, dikompres air hangat dan dikasih counterpain. Plus saat tidur, posisi yang sakit lebih tinggi dari badan/jantung.
Ini baru satu sisi, urat. Belum yang lain dan umur saya belum genap 40 tahun. Bagaimana saat 50 tahun ke atas? Huaa, panik-panik. Tidak mau bertambah umur. Ya ga lah ya, tidak bisa begitu karena itu alami. Semakin berumur, daya tahan tubuh pun akan menurun.
Klo kata guru pembimbing meditasi saya, "berlatihlah kesadaran sedini mungkin, saat masih sehat". Betul juga, bagaimanapun saat tubuh sakit/melemah, konflik/penderitaan akan semakin banyak.
"Aku dong cuti-nya belum berkurang"
"Udah, ga usah sombong. Umur kita sama. Januari juga baru mulai"
"Iya juga ya. Sekarang ini klo gejala flu aja, udah ga bisa dipaksa kerja. "
Saya pernah melihat di salah satu web (*lupa dimana), yang menunjukkan grafik kesehatan. Bentuknya seperti kurva. Di mulai saat bayi, posisi-nya akan semakin naik mengikuti umur, dan akan mencapai titik tertinggi saat umur 20-an(*lupa tepatnya umur berapa), setelah itu akan kembali turun ke posisi saat bayi lagi.
Memang betul, seperti yang saya alami. Sejak terkena frozen shoulder, gampang sekali kesleo. Mengangkat beban dengan posisi yang salah, kesleo. Duduk terpepet di bus semalaman, kesleo. Hehe urat-nya seperti orang tua. Jadi jangan heran, klo saya selalu mempunyai persediaan thrombophop, feldene, dan counterpain. Penanganan saat kesleo? Hari pertama kedua, tempat yang sakit saya kompres dengan air es, kemudian dioles thrombophop dan feldene. Hari ke-3 dst, dikompres air hangat dan dikasih counterpain. Plus saat tidur, posisi yang sakit lebih tinggi dari badan/jantung.
Ini baru satu sisi, urat. Belum yang lain dan umur saya belum genap 40 tahun. Bagaimana saat 50 tahun ke atas? Huaa, panik-panik. Tidak mau bertambah umur. Ya ga lah ya, tidak bisa begitu karena itu alami. Semakin berumur, daya tahan tubuh pun akan menurun.
Klo kata guru pembimbing meditasi saya, "berlatihlah kesadaran sedini mungkin, saat masih sehat". Betul juga, bagaimanapun saat tubuh sakit/melemah, konflik/penderitaan akan semakin banyak.
Wednesday, January 08, 2014
Retret Akhir Tahun Kemarin
Seperti tahun2 sebelum-nya, akhir tahun diisi dengan retret meditasi. Retret tahunan.
Walaupun sudah menjadi kebiasaan, saat meminta ijin, ibu protes "bisa tidak sekali2 akhir tahun di rumah, tidak ikut retret". Em,.. tahun kemarin tentu saja jawaban-nya tidak, entah-lah akhir tahun nanti.
Ini, merupakan retret pertama di tahun 2013, retret MTO. Sebelum-nya selalu ikut retret MTO dan retret MMD masing2 1x. Tapi tidak untuk tahun lalu.
MTO dan MMD sama persis, hanya pembimbing-nya berbeda. Sehingga cara penyampaian-nya pun berbeda. Saling melengkapi. Itulah alasan-nya kenapa ikut ke-2-nya. Meski porsi-nya belum sama. Yup, untuk urusan konsultasi, lebih sreg dengan pak Hudoyo (MMD). Suka dengan segala jawaban untuk semua pertanyaan :).
Sebenarnya menulis ini, karena kalimat ini...
"Jika diri/ego ada, itu adalah salah. Karena selalu menimbulkan konflik (saat berhubungan dengan apapun). Akan tetapi tahu bahwa itu salah sudah cukup (merupakan kebenaran). Dengan kata lain, mengetahui saat tidak sadar adalah sadar itu sendiri."
Kata2 romo Sudri dalam salah satu sesi dialog. Suka dengan 2 kalimat pertama, karena memang begitulah ada-nya.
Walaupun sudah menjadi kebiasaan, saat meminta ijin, ibu protes "bisa tidak sekali2 akhir tahun di rumah, tidak ikut retret". Em,.. tahun kemarin tentu saja jawaban-nya tidak, entah-lah akhir tahun nanti.
Ini, merupakan retret pertama di tahun 2013, retret MTO. Sebelum-nya selalu ikut retret MTO dan retret MMD masing2 1x. Tapi tidak untuk tahun lalu.
MTO dan MMD sama persis, hanya pembimbing-nya berbeda. Sehingga cara penyampaian-nya pun berbeda. Saling melengkapi. Itulah alasan-nya kenapa ikut ke-2-nya. Meski porsi-nya belum sama. Yup, untuk urusan konsultasi, lebih sreg dengan pak Hudoyo (MMD). Suka dengan segala jawaban untuk semua pertanyaan :).
Sebenarnya menulis ini, karena kalimat ini...
"Jika diri/ego ada, itu adalah salah. Karena selalu menimbulkan konflik (saat berhubungan dengan apapun). Akan tetapi tahu bahwa itu salah sudah cukup (merupakan kebenaran). Dengan kata lain, mengetahui saat tidak sadar adalah sadar itu sendiri."
Kata2 romo Sudri dalam salah satu sesi dialog. Suka dengan 2 kalimat pertama, karena memang begitulah ada-nya.
Subscribe to:
Posts (Atom)